Jumat, 04 Juli 2014

Mimpi-Mimpi Si Tukang Tidur



06 Ramadhan 1435 H.
Jum’at berkah, Zhuhur yang terik

Siang-siang begini, memang wajar jika banyak orang memilih untuk tidur dibandingkan aktif melakukan kegiatan. Terkecuali tentunya adalah PPR (Para Pencari Rizki-Nya) yang telah terikat kontrak kerja atau harus tetap bekerja demi menghadapi kebutuhan hidup.
Nah. Salah satu orang yang sedang tidur saat ini adalah Emak. Di dekatku, Emak tenang dalam tidurnya. Aku tersenyum. Bersyukur dengan pilihan Emak untuk tidur dibandingkan dengan asyik berkebun atau entah melakukan kegiatan apa. Emak memang termasuk orang yang jarang tidur siang. Dan saat ini, ia mungkin sudah cukup kelelahan setelah berkebun, mengurus ternak kambing, ayam dan soang, serta pergi ke pasar, yang telah dilakukannya sejak pagi-pagi tadi. Jadi, tidur satu-dua jam di siang ini kurasa memang wajar untuknya. Apalagi dalam hadits nabi juga dikatakan bahwa tidurnya orang yang sedang berpuasa juga ibadah (berpahala) bukan? ^_^
Mengingat kata ‘tidur’, aku jadi ingat dengan salah satu gelar teman-temanku untuk diriku. Si ‘tukang tidur’.
Yap! Aku disebut-sebut oleh beberapa teman MTs-ku sebagai ‘tukang tidur’, lantaran aku yang sering tidur di sekolah. Bukan saat jam istirahat saja lho, aku tidur. Karena terkadang aku juga tidur saat beberapa guru sedang ada di kelas. Hayoo! Gimana bisa, coba?
Hmm.. tentang trik-trik milikku untuk bisa tidur tanpa ketahuan oleh guru, kurasa tak perlu lah kutuliskan di sini. Khawatir nanti ada yang ikut mengikuti trik-ku dan itu berarti sama saja aku mengajarkan sesuatu yang tidak baik. Tidak! Tentu saja aku tak bermaksud seperti itu. Di sini, aku hanya ingin bercerita tentang kebiasaan burukku yang kuharap bisa menjadi pelajaran bagi siapa pun yang membaca catatan ini. Amin.
Lanjut lagi ya.
Jadi, entah sejak kapan persisnya, aku mudah mengantuk. Tapi kusadari bahwa di masa-masa MTs itulah aku sering tertidur di kelas. Kuterka sendiri, bahwa rasa kantuk ini mungkin muncul seiring dengan munculnya kegemaranku dalam hal membaca.
Seperti yang pernah kusebutkan dalam ceritaku sebelumnya. Bahwa aku mulai menjadi bookaholic (penggila buku) ketika aku duduk di bangku MTs. Bahan bacaanku pun tak hanya paper, buku dan LKS, melainkan juga koran, kertas pembungkus gorengan di kantin, tulisan-tulisan kecil di tembok WC. Bahkan, kertas sampah yang kutemukan sewaktu berjalan pun tak segan-segannya kuambil dan kubaca, untuk kemudian kubuang ke tempat sampah terdekat. Aneh kah? Hmm.. aku sih biasa saja.. 😊
Kembali ke topik tidur.
Jadi, kupikir bahwa kebiasaan tidur di sekolah itu memang muncul dikarenakan kegilaanku membaca. Aku sebenarnya amat menyesali kebiasaan burukku ini. Tapi ya mau bagaimana lagi? Saat itu, aku sudah mengusahakan berbagai cara untuk melawan rasa kantuk. Aku sudah mencuci mukaku setiap kali aku hampir kalah oleh kantuk. Tapi tetap saja aku kalah, dan akhirnya tertidur. Satu-dua orang guruku bahkan bersu’udzon padaku yang sering minta izin pergi ke kamar mandi saat pelajaran berlangsung. Mereka mengira aku sengaja pergi ke WC karena ‘tak betah’ dengan pelajarannya. Padahal ‘kan aku sungguhan hanya mencuci muka. Coba? Serba salah juga kan? Beruntungnya Allah memberkahiku dengan otak yang cukup cepat dalam memahami pelajaran. Jadi, meski aku sering tidur di kelas, aku masih bisa mempelajarinya dari buku LKS dan buku catatan yang kusalin dari teman sebangkuku (Lilis, Mita, Tari, Andhika, Fanny, Annida).
Alhamdulillah.. Kebiasaan buruk tidurku bisa sedikit berkurang saat aku masuk SMA. Saat itu aku hanya tidur jika tak ada guru di dalam kelas. Dan jika ada guru yang masuk, Tika (teman sebangkuku di kelas X.1) segera menyikut lenganku. Biasanya, saat aku terbangun, aku sudah cukup segar untuk kembali belajar. ^_^ (makasih ya, Tik..). Dan kebiasaan tidur ini masih terus melekat di keseharianku ketika aku naik ke kelas XI IPA2 dan naik lagi ke kelas XII IPA 3. (kali ini, aku berterima kasih kepada Nita dan Lulu yang begitu setia menjadi teman sebangkuku di kelas XI dan kelas XII. Makasih yaa.. ).
Ketika kuliah, area tidurku mulai menjelajah.
Maksudnya?
Maksudnya, aku mulai bisa mengontrol kesadaranku meski kupejamkan kedua mata. Jadi, meski aku terlihat tidur, aku sebenarnya masih cukup sadar dengan keadaan sekelilingku. Kegiatan tidur ini hanya berfungsi untuk merilekskan pikiran dan otot-otot mataku. Sehingga setelahnya, aku bisa bangun dalam kondisi yang lebih segar.
Selain mengontrol kesadaran sewaktu tidur, aku juga bisa menetapkan durasi untuk tidurku. Jika aku hanya merasa sedikit lelah, biasanya lima menit memejamkan mata sudah cukup untuk menyegarkannya. Jika rasa letihku lebih penat, maka biasanya aku mendurasikan waktu tidurku selama sepuluh atau lima belas menit. Posisinya pun bisa sambil duduk. Cukup menopangkan kening di telapak tangan, aku sudah bisa tidur tenang. Menyaksikan kebiasaanku ini, beberapa teman Kimia-ku ada yang merasa aneh, geli, juga acuh. Yah. Begitulah. ^_^
Nah! Masih ada hal yang unik dari kegiatan tidur singkatku. Seringkali, aku pun bisa tidur dalam keadaan berdiri. Hayoo! Gimana bisa, coba?
Jadi begini. Biasanya keadaan yang memaksaku untuk tidur berdiri adalah manakala aku yang sudah terlampau lelah ternyata tak mendapat tempat duduk ketika menaiki Bus Way. Bisa dibayangkan? Dengan tangan kiri, kupeluk tas bawaanku agar aman dari pencuri. Dan dengan tangan kanan, kupegang erat-erat, tiang atau pegangan yang memang tersedia di bagian atap Bus Way. Ini kulakukan untuk menyangga berat tubuhku agar tidak mudah jatuh setiap kali bus berhenti di setiap transitnya atau karena harus rem mendadak karena suatu hal. Aneh kah? Ah.. TIdak juga. ^_^
Itulah aku. Si ‘Tukang Tidur’.
Hmm.. aku tahu, kalau terlalu banyak tidur juga tak baik bagi kesehatan. Bahkan ada ulama yang mengatakan bahwa tidur adalah saudara dekatnya kematian.
Jadi, setelah mengatahui jeleknya kebanyakan tidur, aku pun mulai mengontrol durasi dan waktu tidurku. Mengikuti sunnah Rasul, aku pun membiasakan diri untuk tidur segera setelah shalat isya’, dan kemudian bangun di dua atau sepertiga malam terakhir. Jika sedang rajin, aku tahajjud. Dan jika sedang malas, aku memilih untuk membaca. Satu atau setengah jam sebelum shubuh, aku tidur lagi. Dan bangun saat adzan shubuh berkumandang. Untuk kemudian beraktivitas sepanjang siang dan sore. Lalu kembali ke rutinitas tidur setelah isya’. Begitu seterusnya. ^_^
Hmm… Bicara tentang tidur, aku pernah mengalami pengalaman aneh. Apa itu?
Jadi, aku pernah bangun dari tidur. Di mana saat tidur itu, aku bermimpi tentang aku yang baru bangun dari tidur. Nah! Dalam tidur di mimpiku itu ternyata aku juga bermimpi. Ha. Ha. Ha. Pusing ya? Coba tebak! Jadi sudah berapa kali tuh, aku bangun dari mimpi yang berlapis-lapis? ^_^
Nah.. Dalam mimpi di lapis terdalam, aku bermimpi sedang makan kue bolu di ruangan yang tak kukenal. Aku bersama seseorang yang juga tak kukenal dan ia terus menyuguhiku kue bolu yang serasa tak ada habisnya. Aneh ya? Gitu deh. Heran. Ternyata mimpi juga bisa berlapis-lapis. ^-^
Lalu, ada juga pengalamanku lainnya yang terkait dengan tidur. Tentang apakah? Begini ringkasannya..
Pada pertengahan Juli 2009, aku dirawat di Puskesmas Sepatan. Sebabnya adalah penyakit Typhus dan DBD. Selama seminggu aku dirawat di sana.
Malam pertama, badanku sangat panas. Aku bahkan hampir-hampir tak bisa mendengar pembicaraan Emak dan Mang Sarlan yang berdiri di dekatku. Mataku rasanya sudah ingin terpejam, tapi kupaksa diri untuk tetap terjaga, lantaran belum datangnya Bapak yang beberapa saat sebelumnya pergi untuk mengambil obatku di apotek. Usai Bapak datang, segera kuminum obatku dan menyerah pada rasa kantuk. Dan aku pun lelap.
Selama seminggu itu, kegiatanku hanyalah makan-tidur-makan-tidur.-buang air. Aku tak shalat. Lantaran jadwal haidku yang datang seminggu lebih cepat dari jadwal biasanya. Lebih sering sih, tidur. Bahkan bisa kuperkirakan bahwa waktu tidurku adalah 2/3 hari. Artinya, dari 24 jam dalam sehari, aku tuh tidur selama: 2/3 x 24 jam = 16 jam. Lama banget ya? Yap! Gitu deh. Entah karena efek samping dari obat atau memang kondisi tubuhku yang membutuhkan tidur lebih lama dibanding kondisi normalnya.
Akibat dari terlalu seringnya tidur, aku jadi tak mengetahui siapa-siapa yang datang berkunjung ke kamar inapku. Padahal sebenarnya banyak yang datang mengunjungiku ke Puskesmas. Meski begitu, keberadaan snack-snack (biskuit, roti, susu, buah) yang perlahan-lahan memenuhi meja di samping ranjang tidurku, selalu menjadi pengingatku akan kedatangan para pengunjung baru.
Saat itu aku sempat merasa sangsi bisa menghabiskan tumpukan makanan di meja pasienku. Tapi, camilan-camilan itu toh pada akhirnya habis juga. Sebagian dibagikan oleh Bapak kepada pasien-pasien di kamar lain yang rata-rata mejanya (kata Bapak) kosong dari makanan. Sebagian lagi, makanan itu habis dimakan olehku dan Bapak. Meski sakit, Alhamdulillah nafsu makanku masih cukup banyak. ^_^
Aih. Aiih… Lha kok bisa nyasar ke topik ‘makanan’ ya? ^o^ ha. Ha. Ha.
Oke. Kita lanjutkan lagi ke topik ‘tidur’.
Jadi, saat sakit, kegiatanku selalu berkutat antara makan-tidur lama-makan lagi-tidur lama lagi-ngemil-tidur lama lagi. Tahu-tahu sudah malam. Tahu-tahu sudah seminggu aku dirawat. Alhamdulillah. Di hari ke delapan aku diperbolehkan pulang ke rumah. Dengan catatan: masih perlu banyak istirahat dan makan yang cukup.
Perihal banyaknya jam tidurku saat itu, Bapak berkomentar. Katanya, “Meli seharian tidur melulu. Bangun sebentar cuma buat makan, terus tidur lagi. Ada temen Bapak datang aja Meli cuma melek sebentar”. Aku tersenyum setiap kali mengingat komentar Bapak ini.
Sebenarnya, tidur-tidurku saat itu termasuk ke dalam jenis tidur yang amat lelap. Hampir setiap malamku di Puskesmas selalu berakhir tanpa adanya mimpi, terkecuali di malam ke tiga.
Nah! Di tidur malam ke tiga aku memang bermimpi. Mimpi aneh. Sungguh! Mimpi aneh itu sejauh ini belum pernah kuceritakan pada satu orang pun. Tapi di kesempatan ini, aku akan menceritakannya di sini.
Malam itu, aku bermimpi sedang berada di suatu padang gersang yang tak kukenal. Hari nampak seperti sudah sore, dengan warna langit yang kuning kemerahan. Anehnya aku tak menemukan matahari di bagian langit mana pun. Tak mungkin tertutup oleh awan, makanya jadi tak terlihat. Karena sepenglihatanku, tak ada awan-walau secuil pun- di langit kemerahan itu. Sementara itu,di sekitarku, amat sedikit tetumbuhan yang bisa kutemui. Hanya ada beberapa rumput liar di tanah-tanah kering.
Awalnya, aku mengira hanya seorang diri di padang gersang itu. Tapi kemudian kusadari bahwa aku salah. Karena di beberapa tempat yang letaknya jauh dariku, berjalan pula beberapa orang lainnya. Kebanyakan sendiri, tapi ada juga yang berdua, bertiga, dan bergerombol.
Saat itu aku merasa heran. Hendak ke manakah orang-orang itu menuju? Kemudian kusadari sesuatu. Aku merasa tubuhku ditarik ke arah suatu tempat. Dan ternyata, arah tujuan tubuhku adalah sama dengan arah tujuan orang-orang dari segala penjuru di sekitarku. Aku sungguh heran.
Kemudian, tiba-tiba saja aku teringat. Aku ingat bahwa saat itu aku seharusnya masih sakit typhus dan DBD. Jadi, bagaimana bisa aku ada di tempat asing itu? Akhirnya, setelah beberapa detik kembali berpikir, aku pun menyimpulkan bahwa aku  sedang bermimpi. (aku sering mengalami pengalaman ini. Kesadaran bahwa diri sedang berada dalam mimpi.)
Aku pun segera mencubit pipiku agar segera terbangun. Tapi aku masih saja berada di padang gersang. Kembali kucubit pipiku. Kali ini dua-duanya. Tetap saja. Aku masih lelap dalam mimpi itu. Kemudian tiba-tiba saja kakiku lumpuh dan kedinginan. Aku berhenti berjalan. Aku pun terduduk, dan memilih untuk melihat orang-orang di sekitarku.
Di kejauhan sana, samar-samar kulihat ada sebuah papan besar yang tegak berdiri. Di dekatnya tampak sesosok berbaju putih terang yang menjaganya. Kemudian aku sadar. Bahwa apa yang awalnya kusangka papan ternyata adalah pintu. Karena beberapa saat sebelumnya aku melihat ada dua orang pemuda yang baru datang dan bercakap-cakap sebentar dengan sang penjaga pintu, kemudian masuk melewati pintu itu menuju ke dalamnya.
Aku kemudian dibuat takjub ketika melihat bahwa dua orang yang baru saja melewati pintu itu, malah menghilang. Pintu yang kulihat baik-baik itu adalah pintu yang berdiri tegak sendiri tanpa ada tiang yang menyangganya. Tak ada bangunan di padang gersang itu, sejauh aku memandang. Pintu itu benar-benar hanya berdiri sendiri. Hanya sebuah pintu dan penjaganya lah yang menjadi daya tarik orang-orang dari berbagai arah untuk datang ke sana. Pun termasuk juga aku, di saat-saat awal tadi.
Aku masih duduk dan merasa takjub dengan apa-apa yang kusaksikan. Pandanganku masih terkunci pada pintu dan penjaganya. Lalu, di suatu waktu aku dibuat kaget oleh adanya sebuah suara.
“pergilah. Jika kamu memilih tuk pergi. Waktumu belum tiba.”
Aku terkejut. Sangat. Entah kenapa aku sudah tahu, milik siapa suara tadi. Kulihat baik-baik sang penjaga pintu. Jarak kami saat itu lebih dari seratus meter. Meski begitu, samar-samar aku merasa yakin bahwa penjaga itu tersenyum kepadaku. Ini membuatku terperangah. Kakiku yang tadi sempat lumpuh dan kedinginan pun mulai kembali hangat. Dan tak lama kemudian, aku sudah terbangun dari mimpi aneh itu.
Ketika kubuka mata, ada Emak dan Bapak di samping ranjang. Kurasakan kakiku terasa hangat. Ketika kutengok, ternyata ada kresek hitam di dekat kakiku. Kuterka isinya adalah bubur. Benar saja. Bapak memang baru saja membeli bubur untuk sarapan pagi kami. Kuucapkan terima kasih kepadanya lewat senyuman. Entah kenapa, saat itu lidahku terasa kelu tuk bicara. Ingatanku masih menjejak di mimpi padang gersang.
Yah. Begitulah. Mimpi yang sungguh aneh. Entah apakah itu mimpi yang memiliki maksud atau hanya bunga tidur saja. Yang jelas, buatku mimpi itu memberikan kesan yang cukup dalam. Saat itu aku merasa bersyukur.
Aku bersyukur bahwa aku masih bisa melawan rasa sakit. Bersyukur bahwa Yang Maha Hidup memberkahiku kekuatan untuk bisa kembali sehat. Aku bersyukur karena keluargaku sangat memperhatikan kepulihanku saat itu. Mereka mengusahakan segala macam obat untuk kesembuhanku. Dan aku, yang meski sebenarnya tak suka dengan segala macam obat itu, akhirnya menguatkan diri untuk menelan setiap darinya. Karena aku ingin sembuh.
Begitulah…
Hmm.. Kurasa, cukup sampai di sini dahulu ceritaku tentang ‘Si Tukang Tidur’ ini. Insya Allah, akan ada kesempatan untuk bercerita lagi.
See Yaa!          ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar