Minggu, 16 Maret 2014

My 16th Song - "Look After You"



Here we go!
Kembali aku mencoba memberanikan diri menciptakan lagu dengan menggunakan bahasa inggris. Ah.. bukannya sok nginggris lho ya! Tapi memang beberapa waktu ini aku sedang senang menggumamkan kata-kata inggris. Lebih sering sih gumamanku itu tak memiliki makna, alias ngomong-gak-jelas. He. He..
Ok deh, langsung aja ya disimak laguku. Ini dia.. ^o^

Look After You
Oleh : Mei

Look after you, from faraway
I feel so blue, in some kind way
Whether it’s true, or not
I will make it all, beautiful days

Reff : Just let me beside you
Since the last day, till time don’t know when

Love, is it?
I feel shy
But why you ignore my existence?

So then I broke.
Look after you, from far away..


Dan berikut ini adalah piku not-not nada untuk lagu ke 16-ku..



Minggu, 09 Maret 2014

My 13th Song - "Rindu pada Lalu"

Yuhuu!! ^0^
Alhamdulillah... Nada-nada baru kembali mengunjungi benakku.
Berikut ini adalah nada lagu ke-tiga belasku. Hmm.. Aku ingat. Lagu ini tercipta ketika aku sedang ada di perjalanan pulang dari Ciputat pada pertengahan Februari lalu. Dalam bus Agra, duduk di bangku dekat jendela, melihat aliran air hujan  di kaca yang jernih, aku dihampiri oleh kenangan masa MTs ku. Dan lagu ini pun muncul dengan sendirinya. Ini dia lagunya...

Rindu pada Lalu
Oleh : Mei

Detik-detik waktu telah berlalu
Membuatku merindukan dia
Bisakah kumiliki lagi waktu
Saat ku bersama dia di masa lalu

Ingin rasanya hatiku kembali kepadanya
Lepaskan semua mimpi-mimpi tentang dirinya
Tapi tentu saja kusadari
Bahwa harapku hanya akan jadi
Rindu pada lalu.

Dan berikut ini adalah piku not-not nada untuk lagu ke 13-ku..



Sabtu, 08 Maret 2014

Gelombang Otak

Gelombang otak merupakan kunci dari kehidupan. Tanpa adanya gelombang otak atau jika gelombang otak berada dalam frekuensi nol maka otak berada dalam kondisi mati.

Gelombang otak merupakan refleksi dari gelombang listrik dalam frekuensi yang lemah. Keberadaan gelombang otak ini dapat diukur dengan electro encephalograph (EEG) dan brain mapping. Kedua alat tersebut memiliki spesifikasi pekerjaan yang berbeda. Electro encephalograph (EEG) merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa frekuensi, sinyal, dan gelombang otak. Sedangkan brain mapping adalah alat untuk mengetahui keadaan otak seseorang melalui gelombang otak (brainwave). Perubahan sinyal, frekuensi, maupun gelombang otak dapat disebabkan oleh rangsangan atau stimulus tertentu yang muncul. Terdapat hubungan yang erat antara kinerja otak secara visual dengan gelombang otak.

Otak merupakan organ yang bekerja ketika mendapat rangsangan dari luar. Kerja otak ini tak hanya terbatas dalam memberikan respon atau impuls yang diterima, tetapi juga memancarkan gelombang otak. Mungkin banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa sebenarnya otak kita ini hidup dan memancarkan gelombang-gelombang tertentu. Pembagian gelombang ini pulalah yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan kecerdasan otak manusia.

Pembagian gelombang otak didasarkan pada frekuensi kondisi yang menyertainya. Frekuensi adalah jumlah getaran gelombang per detik yang dinyatakan dengan satuan Hertz (Hz). Adapun kondisi yang menyebabkan fluktuasi (turun-naiknya) gelombang otak sehingga dapat berubah sewaktu-waktu adalah ketika kita sedang makan, bercanda, tertawa, rileks, tidur, berpikir, dll.

Gelombang otak manusia dibagi menjadi empat, yakni gelombang alpha, beta, theta, dan delta. Namun, sejatinya gelombang otak ada sepuluh. Berikut adalah perincian dari sepuluh jenis gelombang otak.

1. Gelombang Hypergamma, Lambda, dan Epsilon
Gelombang hypergamma memiliki frekuensi tepat 100 Hz, sedangkan gelombang lambda dan epsilon masing-masing memiliki frekuensi 200 Hz dan di bawah  0,5 Hz. Menurut penelitinya, Dr. Jeffrey D. Thompson, ketiga gelombang tersebut memiliki peranan tersendiri bagi manusia. Seseorang yang dapat mencapai dan mempertahankan gelombang ini akan dapat memiliki kemampuan yang luar biasa, contohnya kemampuan supernatural.

2. Gelombang Gamma
Gelombang gamma memiliki frekuensi 16-100 Hz. Bersama-sama dengan gelombang beta, gelombang gamma juga muncul ketika seseorang berada dalam keadaan sadar. Manusia yang berada dalam keadaan panik, takut, terlalu deg-degan hingga berkeringat dingin, ataupun sedang melakukan aktivitas tinggi yang memacu adrenalin dapat mengeluarkan gelombang gamma. Gelombang ini juga dapat muncul ketika seseorang melakukan kegiatan yang memerlukan konsentrasi tinggi dan sangat aktif.

Kemunculan gelombang gamma pada otak hanya terjadi ketika seseorang berada dalam kondisi kesadaran penuh. Kesadaran penuh inilah yang menyebabkan terjadinya aktivitas mental yang sangat tinggi.

3. Gelombang Beta
Gelombang beta terletak pada frekuensi 12-19 Hz. Gelombang beta memiliki frekuensi yang paling tinggi dibandingkan dengan gelombang lainnya. Dalam satu detik, gelombang yang hadir ketika seseorang berada dalam keadaan sangat sadar ini dapat bergerak 15 hingga 40 kali.

Orang yang tengah berada dalam gelombang beta adalah mereka yang sedang terjaga, berpikir logis, berdebat, berpidato, konsentrasi, serta waspada. Gelombang ini adalah yang paling banyak menguras energi karena sifatnya yang aktif, serta selalu disertai dengan rangsangan yang tinggi dan dilengkapi dengan mental yang berada dalam kondisi siaga. Selain itu, melalui gelombang beta pulalah seseorang dapat mengeksplorasi kecerdasannya.

4. Sensory Motor Rhythm
Sensory motor rhythm merupakan sebuah getaran yang masih berhubungan dengan gelombang beta. Getaran ini berada pada frekuensi 12-16 Hz. Seseorang yang dideteksi tidak memiliki getaran sensory motor rhythm dalam gelombang otaknya dideteksi menderita penyakit epilepsi, autis, dan ADHD (Attention Deficit and Hyperactivity Disorder). Cara untuk mengobati keadaan ini adalah dengan mengaktifkan kembali getaran sensory motor rhythm dengan menggunakan teknik neurofeedback.

5. Gelombang Alpha
Alpha merupakan gelombang otak yang memiliki frekuensi 8-13,9 Hz. Orang yang otaknya berada dalam range gelombang ini adalah mereka yang sedang dalam keadaan relaksasi atau santai, mengalami peningkatan produksi hormon katekolanin (penting untuk pembelajaran dan pengingatan), dan bermeditasi. Secara umum, gelombang ini muncul jika tubuh dan pikiran sedang beristirahat.

Gelombang alpha akan muncul dan mengalami peningkatan yang cukup drastis ketika kita menutup mata. Peningkatan gelombang ini memberikan beberapa manfaat bagi otak, seperti penjernihan pikiran yang sedang kalut, meningkatkan kreativitas, mengendalikan emosi, mengurangi tingkat stres, memberikan rasa nyaman dalam belajar, serta memberikan efek mood yang baik saat berhubungan dengan orang lain. Lebih dari itu, gelombang alpha juga dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh.

Manusia dapat dipengaruhi pikirannya melalui gelombang alpha. Hal ini dapat terjadi ketika ia sedang dalam keadaan hipnotis. Hipnotis yang dilakukan ketika otak berada dalam gelombang alpha juga dapat digunakan untuk menyembuhkan gangguan pikiran atau kejiwaan seseorang.

6. Gelombang Theta
Pada frekuensi 4-7,9 Hz, terdapat gelombang theta. Gelombang ini merupakan representasi dari kondisi manusia yang sedang tertidur, baru saja terbangun dari tidur, dan berkhayal atau berimajinasi. Gelombang ini juga merupakan gerbang menuju ke dunia bawah sadar manusia yang nantinya akan diwakili oleh gelombang delta.

Gelombang theta sering disebut dengan gelombang ketenangan. Melalui gelombang inilah seseorang dapat mengobati penyakit psikis dan mentalnya. Gelombang ini juga dapat memberikan kenyamanan pada saat manusia sedang stres, tidak bisa tidur, atau sulit berkonsentrasi. Pada tingkatan gelombang theta pulalah seseorang dianggap bisa lebih dekat dengan Tuhannya.

Kelebihan lain gelombang theta adalah kemampuan dalam membangkitkan ingatan atau memori yang telah lalu. Gelombang ini bergerak dalam alam bawah sadar manusia yang merupakan pusat dari memori jangka panjang. Dengan keberadaan gelombang ini, seseorang akan menjadi lebih kreatif karena dapat mengingat kembali pengalaman masa lalu yang dapat dijadikan pelajaran dan sumber inspirasi untuk masa sekarang dan yang akan datang.

Emosi positif dan negatif merupakan unsur yang ada pada gelombang theta. Kedua emosi ini memiliki perbedaan dalam proses kemajuan diri seseorang. Emosi negatif dapat menghambat laju perkembangan diri seseorang, sedangkan emosi positif akan membantu manusia dalam mengembangkan diri. Emosi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang. Individu yang terlalu stres memikirkan masalah dan dilingkupi dengan emosi negatif tidak akan merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam dirinya. Kondisi ini dapat tersimpan pada katup jantung yang lama-kelamaan akan mendepositkan penyakit-penyakit tertentu.

7. Schumann Resonance
Schumann resonance adalah bagian dari gelombang theta yang memiliki frekuensi yang spesifik, yakni 7,83 Hz. Meskipun sebenarnya gelombang ini merupakan hasil dari getaran alam semesta, tapi gelombang otak manusia mampu berada dalam frekuensi ini. Kita seringkali mendengar istilah anak indigo. Anak indigo memiliki ketajaman intuisi sehingga dapat memasuki gelombang ini dengan mudah dan konstan. Konstan di sini berarti bahwa ia dapat mempertahankan gelombang ini hingga memperoleh sebuah titik temu akan suatu hal.

Mungkin ada sebagian dari kita yang memandang sebelah mata kemampuan manusia indigo. Namun, keberadaan mereka dengan kekhususan dalam merasakan dan membaca hal-hal yang tak kasat mata bukanlah sesuatu yang bohong adanya. Sebenarnya, manusia indigo adalah individu yang memiliki kemampuan mempertahankan gelombang otaknya pada frekuensi getaran alam semesta (Schumann resonance).

Seseorang yang bisa membuka gelombang otaknya pada frekuensi 7,83 Hz akan dapat menyatu dengan alam. Alam di sini bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan mistik, tetapi sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan supernatural yang murni berasal dari otak manusia. Kemampuan supernatural ini bisa berupa telepati, membaca pikiran orang, dan kemampuan psikis lainnya.

Menurut sebagian anak indigo yang dapat membaca pikiran orang lain, ia melihat setiap manusia memiliki gambaran di atas kepalanya. Gambaran ini dapat diibaratkan seperti monitor yang menuliskan segala sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang. Monitor ini juga mewakili warna yang merupakan representasi dari niatan setiap manusia.

Telepati merupakan sebuah kemampuan yang mengandalkan konsentrasi dan ketenangan. Keberadaan kedua unsur ini memang bersemayam dalam gelombang theta. Mudahnya, manusia yang memiliki kemampuan telepati dapat mengasah kelebihan ini dengan memusatkan pikiran pada orang yang dituju, kemudian menyampaikan pesannya. Membaca pikiran orang lain dan telepati memang terdengar absurd. Namun, percaya atau tidak, hal yang tidak logis ini benar-benar terjadi.

8. Gelombang Delta
Otak akan menghasilkan gelombang delta yang berada dalam frekuensi 0,1-3,9 Hz. Gelombang ini akan terpancar ketika tubuh dalam keadaan tertidur lelap hingga tak sadarkan diri. Pada kondisi ini, semua indra akan beristirahat dari tugasnya karena hilang sensasi fisik, serta terjadi pelepasan hormon pertumbuhan. Aktivitas gelombang delta ini juga akan membantu pekerjaan organ tubuh untuk menyegarkan kembali kualitas darah dan detoksifikasi racun.

Delta merupakan gelombang yang disebut-sebut dapat membantu tubuh memperbaiki kerusakan jaringan dan mereproduksi sel-sel baru. Gelombang dengan amplitudo yang besar dan frekuensi yang rendah ini juga berhubungan dengan rasa tenanng dan nyaman yang dialami oleh seseorang. Selain itu, keberadaan gelombang terlambat ini sering dihubungkan dengan perasaan empati dan intuisi.

Gelombang delta merupakan bagian dari kesadaran manusia, selain gelombang alpha, beta, dan theta. Meski begitu, gelombang delta umumnya hadir ketika seseorang tertidur hingga berada dalam keadaan pulas. Jika ada orang yang berhasil membangkitkan gelombang ini dalam keadaan sadar, ia dianggap memiliki kelebihan tertentu. Orang-orang ini adalah manusia hebat yang dapat memahami kondisi mental, emosi, dan psikologis orang lain.

Fungsi gelombang delta tidak hanya mengarahkan kesadaran kita akan ruang dan waktu, tapi juga berfungsi sebagai sistem peringatan akan datangnya mara bahaya. Dengan kata lain, gelombang ini dapat membantu manusia untuk memikirkan segala sesuatu yang tidak terlintas dalam pikiran sadarnya. Misalnya, saat kita berada dalam keadaan sadar, mungkin ada beberapa hal yang sama sekali tidak terbersit dalam benak kita. Namun, seseorang yang memiliki kualitas gelombang delta yang bagus dalam otaknya akan mampu meningkatkan kepekaan dan kehati-hatian terhadap aktivitas yang sekiranya dapat membahayakan keselamatannya.

Setelah mengetahui kemampuan otak, tentunya kita akan lebih bersyukur atas karunia yang ada di kepala kita ini. Bayangkan saja, seorang Einstein yang begitu legendarisnya hanya menggunakan 10% dari kemampuan otaknya untuk memikirkan rumus-rumus yang diwariskan ke kita. Adapun sebagian dari kita hanya memanfaatkan 5% kemampuan otak. Betapa hebohnya dunia ini jika manusia dapat memanfaatkan 100% kemampuan otaknya. Tentu tak hanya rumus-rumus saja yang dapat kita ciptakan sebagai landasan dalam teori-teori terapan saat ini, kita pasti dapat menemukan hal-hal yang bahkan belum terpikir dalam benak manusia saat ini.

Referensi:
Tri Gunadi, Optimalkan Otak Kanan-Kiri, Otak Tengah, dan Otak Kecil, (Jakarta: Penebar Plus+, 2010), h. 45-55.

Jumat, 07 Maret 2014

Kunci Sukses Komunikasi Bawah Sadar Orangtua kepada Anak


Proses tumbuh kembang anak merupakan kolaborasi antara kedua orangtuanya dan anak-anaknya. Kolaborasi tersebut bisa dimulai sejak anak masih berusia 0 tahun. Masa inilah merupakan “fondasi” bagi seorang anak untuk membekali dirinya dalam menyongsong dan menjalani kehidupan pada masa depannya. Sehingga bagaimana sikap, potensi dan kepribadian seorang anak di masa dewasanya cenderung dpengaruhi oleh bagaimana pola pendidikan yang diterimanya di lingkungan hidupnya (keluarga dan masyarakat). Oleh sebab itulah proses pembelajaran etika, nilai, kepribadian, dan sikap perlu ditanamkan sedini mungkin. Dengan demikian, mereka benar-benar menjadi sosok penerus bangsa yang berperilaku dan berkepribadian luhur.
Anak-anak sering mengalami beberapa kelemahan dalam menangkap sebuah ide, informasi, perintah, dan nasihat yang akan ia serap dan lakukan. Namun, sebenarnya kemampuan menyerap segala informasi anak sangatlah “luar biasa”. Kelemahan itu bisa terjadi dikarenakan para orangtua melupakan “masa-masa keemasan” anak.
Masa keemasan anak berkisar pada usia 0-6 tahun. Menurut Gland Doman dalam bukunya yang berjudul How to Teach Baby to Read, ia menjelaskan bagaimana mengajarkan bayi untuk membaca. Disebutkan bahwa saat usia berkisar 0-6 tahun, anak memiliki kemampuan menyerap informasi yang luar biasa dan masa itulah masa yang paling sempurna untuk mulai dilakukan proses pembelajaran.
Dorothy Law Nolte, dalam buku Children Learn What They Live! Menjelaskan seperti berikut ini.
1.        Jika anak hidup dengan kecaman, mereka belajar untuk mengutuk.
2.        Jika anak hidup dengan permusuhan, mereka belajar untuk melawan.
3.        Jika anak hidup dengan ketakutan, mereka belajar untuk menjadi memprihatinkan.
4.        Jika anak hidup dengan belas kasihan, mereka belajar untuk mengasihani diri sendiri.
5.        Jika anak hidup dengan ejekan, mereka belajar untuk merasa malu.
6.        Jika anak hidup dengan kecemburuan, mereka belajar untuk merasa iri.
7.        Jika anak hidup dengan rasa malu, mereka belajar untuk merasa bersalah.
8.        Jika anak hidup dengan dorongan, mereka belajar percaya diri.
9.        Jika anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran.
10.    Jika anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi.
11.    Jika anak hidup dengan penerimaan, mereka belajar untuk mencintai.
12.    Jika anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar untuk menyukai diri mereka sendiri.
13.    Jika anak hidup dengan pengakuan, mereka belajar untuk memiliki tujuan.
14.    Jika anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kemurahan hati.
15.    Jika anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar kejujuran.
16.    Jika anak hidup dengan keadilan, mereka belajar keadilan.
17.    Jika anak hidup dengan kebaikan dan pertimbangan, mereka belajar menghormati.
18.    Jika anak hidup dengan keamanan, mereka belajar untuk memiliki  iman dalam diri mereka dan orang-orang tentang mereka.
19.    Jika anak hidup dengan persahabatan, mereka belajar bahwa dunia adalah tempat yang bagus untuk hidup.
Komunikasi merupakan kunci sukses hubungan antara orangtua dan anak-anaknya. Bentuk kasih sayang seperti pelukan, ciuman, sentuhan, dan semacamnya merupakan bentuk komunikasi dari “pikiran bawah sadar” yang perlu dipupuk dan dilatih kepada anak sejak anak berusia dini. Komunikasi bawah sadar ini dapat memberikan informasi positif kepada anak. dengan demikian anak bisa memahami maksud dan keinginan orangtuanya dan mampu menyerap sempurna setiap informasi yang berkualitas dari kedua orangtuanya.
Sebuah bentuk komunikasi bawah sadar harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut.
1.        Easy to understand
Ringkas atau rumitnya sebuah informasi yang disampaikan orangtua kepada anaknya merupakan salah satu kunci sukses yang harus dipahami oleh orangtua. Bahawa memegang peranan penting saat sebuah komunikasi dilakukan. Namun body language (bahasa tubuh) juga mendukung terciptanya komunikasi harmonis antara orangtua dan anak. Sehingga orangtua perlu menyelaraskan antara bahasa yang digunakan dan body language. Jika antara ucapan dan bahasa tubuh tidak ada kesinkronan, maka seseorang anak akan melakukan “tebak-tebakan perasaan”. Dan jika hal ini terus berlangsung, tanpa disadari anak akan memberikan label-label kepada orangtuanya, semisal “pembohong”, “pura-pura sayang”, “mau menangnya sendiri”.
2.        Interesting (menarik perhatian)
Kemenarikan dan keasyikan informasi yang akan disampaikan dan diterima oleh anak bisa membuat anak mengalihkan perhatiannya ke orangtuanya. Hal itu merupakan kunci sukses bagaimana terciptanya hubungan harmonis antara seornag ibu/bapak kepada anak.
3.        Pahami sensitifitas anak
Sensitivitas anak saat menerima informasi harus dijadikan “sinyal-sinyal” bagi orangtua, orangtua harus memahami kondisi dan situasi, yaitu saat yang tepat untuk bisa berkomunikasi dengan anak-anak.
4.        Information style
cara penyampaian informasi kepada anak perlu diperhatikan, sesuai dengan bertambahnya usia anak. Ini dikarenakan bertambahnya usia anak juga menandakan perkembangan kedewasaan anak. Perlakuan yang perlu diperhatikan oleh orangtua antara lain intonasi bahasa, gaya bahasa, serta tata bahasa.
5.        Using multisensory technique
Saat anak mulai memahami bentuk komunikasi sederhana, maka itulah saatnya untuk mengenalkan bentuk komunikasi bawah sadar. Sebagai contoh, memperlihatkan raut wajah “tidak setuju” saat anak melakukan hal yang kurang terpuji atau memberikan pujian disertai dengan pelukan dan sentuhan saat anak melakukan prestasi. Harapannya, dengan mengenal komunikasi bawah sadar ini kualitas proses tumbuh kembang anak dapat maksimal.

Referensi:
Andri Hakim, Hypnosis in Teaching, (Jakarta: Visimedia, 2010), h. 93-102.

Dorothy Law Nolte, & Rachel Harris, Children Learn What They Live, Parenting to inspire Values, (Workman Publishing, 1998).

Sabtu, 01 Maret 2014

Cerpen - "Rania, Hujan dan Kenangan"

"Le, bilang sama abang. Apa yang kamu obrolin sama Nia tadi siang di kamar?"
Aku sedang berada di kamarku. Bisa kudengar suara gerimis jatuh ke genting di atas kamarku. Biasanya aku selalu senang ketika masa hujan seperti ini. Mendengarkan musik sembari berbaring dan membaca buku di kamar ketika hujan turun adalah kegiatan yang paling menyenangkan. Sayangnya, bukanlah buku yang kupegang saat ini. Ataupun headset yang bergantung di telingaku. Aku sedang tak ingin melakukan semua kegiatan have fun itu. Karena aku sedang cukup marah kepada sosok yang sedang kutelpon saat ini. Lea.
Kutunggu Lea menjawab pertanyaanku. Sembari menahan geram di hati atas apa yang telah terjadi hari ini di rumahnya.
"weits! Sabar dulu bos. Salamikum dulu kek. Atau say hi gituh!"
Suara Lea terdengar ceria di speaker handphone-ku. Ini membuatku berusaha semakin keras untuk tidak langsung berteriak kepadanya. Kugenggam handphone-ku dengan lebih erat sebelum akhirnya berkata,
"Assalamualaikum!" ucapku dingin. Aku kembali diam menunggu Lea menjawab pertanyaan awalku. Aku masih sangat geram untuk sekedar beramah tamah dengannya. Dan Lea nampaknya menyadari bahwa aku cukup marah atas apa yang telah dilakukannya hari ini. Sehingga ia pun membutuhkan waktu beberapa detik sebelum akhirnya kembali bicara.
"waalaikum salam warahmatullah, abaaang."
Sudah. Perbincangan telepon kembali terhenti. Kali ini kuputuskan untuk diam saja sampai Lea mengatakan kepadaku apa yang dibincangkannya dengan Rania tadi siang tanpa sepengetahuanku.
"aiih... abang marah beneran ya?"
Kudengar ada rasa sesal dalam nada suara Lea. Aku hampir saja luluh dan mau langsung memaafkannya ketika kemudian teringat kembali olehku tentang apa yang terjadi tadi siang.
Aku sudah dibuat malu oleh Lea karena telah memanggilku dengan panggilan uncle Toto, panggilannya untukku ketika kami masih anak-anak. Secara garis keturunan, aku memang adalah pamannya. Karena ibu Lea adalah kakak tiriku. Tapi dikarenakan perbedaan usia kami yang hanya tiga bulan, sejak kami masuk ke sekolah dasar yang sama  aku sudah meminta Lea untuk memanggilku Dito. Tapi tadi siang Lea malah kembali memanggilku uncle Toto dengan nada meledek. Parahnya lagi adalah di hadapan Rania.
'Rania...'
'hhh! Kejahilan Lea kali ini sudah membuatku sangat malu.'
"abaang.. Lea minta maaaf.. tadi siang Lea gak bilang yang aneh-aneh kok ke Nia. Lea cuma kasih tahu aja ke Nia kalo kita sodaraan. Udah itu doang. Maaf ya kalo candaan Lea tadi siang kelewatan. Maaf, bang.."
Aku masih merasa ragu dengan akuan Lea itu. Jadi aku kembali bertanya untuk memastikan ucapannya.
"benar kamu gak cerita hal lainnya?"
"iya bang! Beneraan! Maaf ya, bang.."
Kali ini aku akhirnya luluh dan bisa memaafkan Lea. Tapi kecemasan masih sedikit bercokol di benakku. Akhirnya aku pun memberikan peringatan terakhirku kepadanya.
"iya. Abang maafin. Jangan diulang lagi ya!"
"diulang apanya bang?"
'Masih juga tulalit.'
"jangan panggil abang, uncle Toto lagi, Le.." ucapku pelan ketika menanggapi ketulalitannya Lea.
"ooh.. oke. Oke. Siip lah, bos!"
Aku tersenyum mendengar celoteh riang Lea barusan.
"juga jangan cerita apa-apa tentang abang ke orang lain, Le. Apalagi ke Nia. Malu-maluin abang itu namanya."
"iyaaaa..." aku kembali tersenyum. Kelegaan mulai menjalar di benakku. Tapi kemudian aku dikejutkan oleh celotehan Lea berikutnya.
"eh? Tunggu bentar! Lea heran. Kayaknya dulu waktu Le juga pernah keceplosan panggil abang uncle Toto di depan temen-temen SMP, abang gak sebegitu marah kayak gini deh. Kenapa pas ke Nia abang marah banget? Wahh.. curiga nih."
'Hmm. Meski kadang tulalit, Lea masih cukup handal tuk jadi detektif. Aku harus lebih hati-hati.'
"Hush! Su'udzon itu namanya! sudah. Pokoknya janji gak akan comel lagi. Oke?"
"hmm.. oke. Oke. Abang.."
"ya. Itu aja. Salam buat Kak Ratih sama Kak Malik ya, Le."
"ehh? Itu doang? Oke deh. Dan Abang! Jangan panggil Le Le juga dong! Lea kan lebih oke."
"iyaa. Sudah ya, abang tutup nih. Assalamualaikum!"
"Waalaikum salam warahmatullaah"
Klik.
Hubungan telepon pun berakhir. Spontan kulihat jam di dinding. Pukul 7 kurang lima menit. Kuletakkan handphone-ku di atas meja belajar kemudian merebahkan badan di kasur. Perlahan ketegangan dan rasa letih yang setengah jam sebelumnya kurasakan mulai berkurang. Kubiarkan rasa nyaman yang ditimbulkan oleh kasur menyergapku. Hingga beberapa menit kemudian aku pun hanyut dalam lelapku.
###
Aku tak tahu sejak kapan aku berada di Taman Kupu, taman yang letaknya tak jauh dari rumah Opaku dari pihak ibu. Ingatan terakhirku menjejak hanya sampai di waktu ketika aku merebahkan badanku di kasur usai menelepon Lea. Lagipula saat itu aku ingat masih sekitar jam tujuh malam. Jadi mengapa pula aku saat ini bisa duduk di antara rerumputan dengan basuhan sinar matahari pagi?
'Aku pasti sedang bermimpi.' Terkaku dalam hati.
Aku tersenyum. Membenarkan sendiri terkaanku bahwa aku sedang bermimpi saat ini. Aku ingat, ini bukanlah pengalaman pertamaku. Oleh karena kesadaranku tentang kenyataan bahwa aku sedang bermimpi, akhirnya kuputuskan untuk menikmati mimpiku ini. Aku ingin tahu, mimpi ini akan membawaku ke mana.
Kembali ke taman kupu. Aku ingat, saat masih kecil aku memang sering menghabiskan masa liburan sekolah di taman kupu ini. Bermain layang-layang. Membantu Oma mengajak jalan-jalan Brendy, anjing Labrador tua miliknya. Atau mendengarkan Opa bercerita tentang hikayat 1001 malam. Rasanya kenangan masa kecilku itu sungguh adalah masa yang membahagiakan untukku.
Sayangnya aku hanya bisa menikmati masa kecilku bersama Opa dan Oma dari pihak ibuku itu hingga kelas tiga SD. Karena tak sampai tiga bulan sejak kunjungan terakhirku ke tempat ini, Opa wafat. Dua minggu berikutnya, Oma turut menyusul Opa. Ibu akhirnya memberikan Brendy kepada tetangga samping rumah Opa. Saat itu aku sebenarnya merengek pada ibuku. Aku memaksanya untuk memelihara Brendy. Tapi ibu menolak permintaanku karena keluarga ayah yang muslim akan merasa keberatan jika aku tetap memaksa ingin memelihara Brendy. Akhirnya aku pun menyerah tentang Brendy. Dan sejak itulah aku tak pernah kembali lagi ke tempat ini.
Tes.
Aku terkejut ketika mendapati bahwa aku menangis. Kusentuh pipiku. Benar. Aku memang menangis. Agaknya kenanganku tentang masa ketika aku kehilangan Opa, Oma dan Brendy masih menjadi kenangan yang menyedihkan.
Kutengokkan kepalaku ke kiri dan ke kanan. Khawatir jika ada yang melihatku menangis. Sungguh aku akan sangat malu jika benar ada yang melihatku menangis. Aku kan laki-laki! Maka kutegarkan diriku dan kemudian menertawakan diri sendiri. Sadar. Bahwa saat ini aku sedang bermimpi. Jadi tak masalah jika ada yang melihatku menangis saat ini.
Selanjutnya setelah kudapati kenyataan bahwa aku sendirian dalam mimpi ini, kurebahkanlah badanku di hamparan rumput taman kupu. Kulindungi pula pandanganku dari sinar matahari dengan lengan kananku. Kemudian kembali mengenang Oma dan Opa. Selaksa harap muncul tiba-tiba. 'Jika saja Opa dan Oma bisa muncul saat ini...'
"hei! Kenapa menangis?.."
Aku terkejut dan segera duduk tegak.
'Bukankah tadi tak ada siapa pun selain aku di sini?'
Sesosok anak perempuan entah sejak kapan sudah berdiri di hadapanku. Kuterka usianya tak lebih dari delapan tahun. Anak perempuan itu mengenakan dress hitam. Sebuah bando merah menjepit rambut hitamnya yang lurus sepanjang pinggang dengan manis. Sekilas kulihat pula tas cangklong berwarna biru tersampir di pinggang kirinya.
Aku tak tahu kenapa. Tapi aku merasa familiar dengan anak perempuan itu. Akhirnya kutatap anak perempuan itu lebih seksama. Ia lalu sedikit memiringkan kepalanya dan balas menatapku.
Belum lagi aku bisa menjawab sapaan anak perempuan itu, tiba-tiba saja ia merogoh tas cangklongnya dan mengeluarkan sesuatu darinya. Tak lama, ia menyodorkan apa yang baru saja dikeluarkannya itu kepadaku.
"mau permen? Ambil aja. Saya punya banyak permen."
Dan aku pun tersihir ketika anak perempuan itu tersenyum ramah dan menaruh sejumlah permen ke tanganku.
'Aku mengenalnya. Aku mengenal anak perempuan ini. Dia...'
"tangan kamu mungil sekali. Berapa usiamu?"
Aku bingung dengan ucapan anak perempuan itu dan spontan langsung melihat ke arah pandangannya. Aku kembali dibuat terkejut ketika kulihat tanganku memang mungil seperti katanya. Bahkan lebih kecil dari tangan anak perempuan itu.
'Tunggu dulu! Aku ini sudah SMA. Bagaimana bisa tanganku kecil begini?!'
Dan keterkejutan kembali kualami ketika tiba-tiba saja tubuhku berdiri dengan sendirinya dan mulutku bicara tanpa kuminta.
"Aku sudah besar! Jangan panggil aku mungil! Umurku sudah akan sembilan tahun dua minggu lagi!"
Suara yang keluar dari mulutku itu adalah suaraku ketika masih kecil. Kudengar pula ada nada protes di dalamnya. Anak perempuan di hadapanku itu ikut berdiri tegak. Dan lagi-lagi aku terkejut. Aku terkejut karena anak perempuan itu berdiri menjulang lebih tinggi dariku. Perlahan, aku bisa menyimpulkan keanehan yang sedang kualami ini.
'Tentu saja. aku kan sedang bermimpi. Jadi, mimpi ini sedang mengajakku kembali ke masa lalu ya? Mimpi yang aneh.'
"maaf.. Saya menyesal sekali sudah memanggil kamu mungil." Kulihat ia nampak menyesal telah memanggilku mungil. Dan aku merasa ingin menenangkan perasaan anak perempuan itu. Tapi yang bisa kukatakan selanjutnya hanyalah,
"oke. Gak papa." Aku ragu sebentar untuk melanjutkan kalimatku, badanku memang lebih kecil darimu Ucapku setengah malu.
Anak perempuan di hadapanku itu kembali tersenyum dan ini membuatku kembali tersihir. Di detik itu juga aku ingin berlari karena merasakan malu yang sulit tuk kujelaskan. Anehnya aku hanya diam mematung dan terpana melihat anak perempuan di hadapanku itu.
'Senyumnya manis..'
"Raniaa.. ayo pulang!"
Serentak kami menoleh ke asal suara. Seorang wanita seumuran ibuku berdiri sepuluh meter jauhnya. Ia mengayunkan tangannya ke arah kami. Kuamati paras wanita muda itu dan kudapati bahwa wanita itu mirip dengan anak perempuan di sampingku.
"ya, mama!" anak perempuan di sampingku itu berteriak dan kemudian menghadapkan wajahnya ke arahku lagi.
"saya harus pulang sekarang. Senang bertemu denganmu, mmm...?
Dito."
"ya. Dito. Senang bertemu denganmu. Saya pamit ya! Dadah!" dan dia pun bergegas berlari menjauhiku.
Aku tergagap menyaksikan kepergiannya yang tergesa-gesa. Sampai baru ketika kami sudah berjarak sepuluh meter, aku teringat ada hal yang ingin kukatakan kepadanya.
"Raniaa!" aku berteriak kencang. Setengah malu sekaligus berharap sekali suaraku cukup keras untuk bisa terdengar. Syukurlah dia yang saat itu sudah berjalan di samping ibunya kembali menoleh. Aku terdiam sejenak dan menatap wajahnya yang menunjukkan ekspresi bertanya.
"makasih buat permennya!" ucapku kemudian.
Dan dia tersenyum. Tersenyum manis sekali. Aku menyaksikan kepergian dua perempuan di kejauhan itu hingga sosok mereka menghilang dari pandangan. Setelahnya, kupandangi beberapa bungkus permen di genggaman tanganku. Dan aku tersenyum ketika mendapati bahwa tanganku kembali ke bentuknya semula. Aku kembali menjadi Dito yang sudah duduk di bangku SMA. Aku bukan lagi si mungil seperti yang selalu diledekkan kawan-kawanku di SD dulu. Aku sudah berubah. Dan kusadari kini, perubahanku ini salah satunya juga disebabkan oleh dia. Anak perempuan yang telah mengangkat kesedihanku ketika kecil dengan beberapa bungkus permen dan senyuman hangatnya. Dia.
'Rania...'
###
Secara tiba-tiba kubuka mataku. Atap putih di kamarku lah yang pertama kali kulihat. Kulirik ke dinding di sebelah kanan ruangan ini. Dari benda kotak yang tergantung di atasnya bisa kuketahui bahwa saat ini sudah jam delapan lewat. Aku terkejut dan segera bangun.
Kudekatkan langkahku ke dekat jendela dan kudapati bahwa gerimis yang masih turun sebelum aku lelap tidur kini sudah berhenti. Kututup tirainya dan bergegas keluar kamar. Menyadari bahwa cacing-cacing di perutku mulai berunjuk rasa karena meminta jatah makannya.
Setelah berada di luar kamar, kusaksikan ibuku sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"baru pulang, bu?"
Ibu tak menoleh ketika menjawab pertanyaanku.
"ya. Itu nasi di cooker masih banyak. Belum makan ya Dit?"
Kulangkahkan kakiku langsung menuju dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang keluarga. Kuambil nasi dan lauk secukupnya kemudian melangkahkan kakiku ke tempat ibu. Kududuki tempat kosong di sofa samping ibu dan ikut melihat tayangan di televisi. Saat itu, sedang berlangsung acara debat para pengacara. Detik berikutnya aku sudah seperti ibu yang ikutan larut dalam menikmati tayangan itu.
Tapi kemudian, ibu bicara.
"gimana sekolahmu?" ia masih tak menolehkan wajahnya dari televisi. Maka kemudian aku pun membalas pertanyaannya dengan tetap mengarahkan wajahku ke televisi.
"baik."
"baguslah. Belajar yang rajin."
"ya."
"ibu minggu depan stay di Bandung."
"oke."
Sudah. Perbincangan singkat seperti ini memang sudah menjadi jenis percakapan kami sehari-hari. Sedikit banyaknya aku memang mengambil sifat ibu yang pendiam dan selalu berusaha bersikap tangguh di hadapan orang asing. Bagaimana dengan ayahku? Hmm. Kuakui aku tak terlalu dekat dengan ayahku. Tapi kemudian setelah terpikirkan namanya, aku jadi penasaran dengan kabarnya.
"ayah apa kabar?"
"baik. Dan Dit, mimpi apa kamu tadi? Sekilas ibu lihat kamu senyum-senyum sewaktu tidur barusan"
Aku sadar bahwa ibu sedang mengalihkan pembicaraan. Sepertinya keadaan ayah tidak cukup baik. Atau mungkin mereka sedang bertengkar lagi. Kuterka begitu.
"begitu kah? Gak tahu, bu. Dito gak ingat mimpi apa."
Makanan di piringku sudah habis. Akhirnya aku pun beranjak ke dapur dan mencucinya langsung. Setelah kucuci tanganku hingga bersih, aku mengucapkan selamat malam pada ibu. Ibu membalas ucapanku dengan ucapan Ya nya seperti biasa dan aku pun kembali ke kamarku.
Di perjalanan menuju kamarku, sebuah pertanyaan melintas di benakku.
'Tapi aku merasa memimpikan hal yang baik tadi. Mimpi apa ya?'
Di luar, terdengar kembali suara langit menitikkan airnya ke bumi.
###

Diselesaikan pada Subuh yang berangin,
Ahad, 2 Februari 2014
iDi Rumah Putih"Le, bilang sama abang. Apa yang kamu obrolin sama Nia tadi siang di kamar?"
Aku sedang berada di kamarku. Bisa kudengar suara gerimis jatuh ke genting di atas kamarku. Biasanya aku selalu senang ketika masa hujan seperti ini. Mendengarkan musik sembari berbaring dan membaca buku di kamar ketika hujan turun adalah kegiatan yang paling menyenangkan. Sayangnya, bukanlah buku yang kupegang saat ini. Ataupun headset yang bergantung di telingaku. Aku sedang tak ingin melakukan semua kegiatan have fun itu. Karena aku sedang cukup marah kepada sosok yang sedang kutelpon saat ini. Lea.
Kutunggu Lea menjawab pertanyaanku. Sembari menahan geram di hati atas apa yang telah terjadi hari ini di rumahnya.
"weits! Sabar dulu bos. Salamikum dulu kek. Atau say hi gituh!"
Suara Lea terdengar ceria di speaker handphone-ku. Ini membuatku berusaha semakin keras untuk tidak langsung berteriak kepadanya. Kugenggam handphone-ku dengan lebih erat sebelum akhirnya berkata,
"Assalamualaikum!" ucapku dingin. Aku kembali diam menunggu Lea menjawab pertanyaan awalku. Aku masih sangat geram untuk sekedar beramah tamah dengannya. Dan Lea nampaknya menyadari bahwa aku cukup marah atas apa yang telah dilakukannya hari ini. Sehingga ia pun membutuhkan waktu beberapa detik sebelum akhirnya kembali bicara.
"waalaikum salam warahmatullah, abaaang."
Sudah. Perbincangan telepon kembali terhenti. Kali ini kuputuskan untuk diam saja sampai Lea mengatakan kepadaku apa yang dibincangkannya dengan Rania tadi siang tanpa sepengetahuanku.
"aiih... abang marah beneran ya?"
Kudengar ada rasa sesal dalam nada suara Lea. Aku hampir saja luluh dan mau langsung memaafkannya ketika kemudian teringat kembali olehku tentang apa yang terjadi tadi siang.
Aku sudah dibuat malu oleh Lea karena telah memanggilku dengan panggilan uncle Toto, panggilannya untukku ketika kami masih anak-anak. Secara garis keturunan, aku memang adalah pamannya. Karena ibu Lea adalah kakak tiriku. Tapi dikarenakan perbedaan usia kami yang hanya tiga bulan, sejak kami masuk ke sekolah dasar yang sama  aku sudah meminta Lea untuk memanggilku Dito. Tapi tadi siang Lea malah kembali memanggilku uncle Toto dengan nada meledek. Parahnya lagi adalah di hadapan Rania.
'Rania...'
'hhh! Kejahilan Lea kali ini sudah membuatku sangat malu.'
"abaang.. Lea minta maaaf.. tadi siang Lea gak bilang yang aneh-aneh kok ke Nia. Lea cuma kasih tahu aja ke Nia kalo kita sodaraan. Udah itu doang. Maaf ya kalo candaan Lea tadi siang kelewatan. Maaf, bang.."
Aku masih merasa ragu dengan akuan Lea itu. Jadi aku kembali bertanya untuk memastikan ucapannya.
"benar kamu gak cerita hal lainnya?"
"iya bang! Beneraan! Maaf ya, bang.."
Kali ini aku akhirnya luluh dan bisa memaafkan Lea. Tapi kecemasan masih sedikit bercokol di benakku. Akhirnya aku pun memberikan peringatan terakhirku kepadanya.
"iya. Abang maafin. Jangan diulang lagi ya!"
"diulang apanya bang?"
'Masih juga tulalit.'
"jangan panggil abang, uncle Toto lagi, Le.." ucapku pelan ketika menanggapi ketulalitannya Lea.
"ooh.. oke. Oke. Siip lah, bos!"
Aku tersenyum mendengar celoteh riang Lea barusan.
"juga jangan cerita apa-apa tentang abang ke orang lain, Le. Apalagi ke Nia. Malu-maluin abang itu namanya."
"iyaaaa..." aku kembali tersenyum. Kelegaan mulai menjalar di benakku. Tapi kemudian aku dikejutkan oleh celotehan Lea berikutnya.
"eh? Tunggu bentar! Lea heran. Kayaknya dulu waktu Le juga pernah keceplosan panggil abang uncle Toto di depan temen-temen SMP, abang gak sebegitu marah kayak gini deh. Kenapa pas ke Nia abang marah banget? Wahh.. curiga nih."
'Hmm. Meski kadang tulalit, Lea masih cukup handal tuk jadi detektif. Aku harus lebih hati-hati.'
"Hush! Su'udzon itu namanya! sudah. Pokoknya janji gak akan comel lagi. Oke?"
"hmm.. oke. Oke. Abang.."
"ya. Itu aja. Salam buat Kak Ratih sama Kak Malik ya, Le."
"ehh? Itu doang? Oke deh. Dan Abang! Jangan panggil Le Le juga dong! Lea kan lebih oke."
"iyaa. Sudah ya, abang tutup nih. Assalamualaikum!"
"Waalaikum salam warahmatullaah"
Klik.
Hubungan telepon pun berakhir. Spontan kulihat jam di dinding. Pukul 7 kurang lima menit. Kuletakkan handphone-ku di atas meja belajar kemudian merebahkan badan di kasur. Perlahan ketegangan dan rasa letih yang setengah jam sebelumnya kurasakan mulai berkurang. Kubiarkan rasa nyaman yang ditimbulkan oleh kasur menyergapku. Hingga beberapa menit kemudian aku pun hanyut dalam lelapku.
###
Aku tak tahu sejak kapan aku berada di Taman Kupu, taman yang letaknya tak jauh dari rumah Opaku dari pihak ibu. Ingatan terakhirku menjejak hanya sampai di waktu ketika aku merebahkan badanku di kasur usai menelepon Lea. Lagipula saat itu aku ingat masih sekitar jam tujuh malam. Jadi mengapa pula aku saat ini bisa duduk di antara rerumputan dengan basuhan sinar matahari pagi?
'Aku pasti sedang bermimpi.' Terkaku dalam hati.
Aku tersenyum. Membenarkan sendiri terkaanku bahwa aku sedang bermimpi saat ini. Aku ingat, ini bukanlah pengalaman pertamaku. Oleh karena kesadaranku tentang kenyataan bahwa aku sedang bermimpi, akhirnya kuputuskan untuk menikmati mimpiku ini. Aku ingin tahu, mimpi ini akan membawaku ke mana.
Kembali ke taman kupu. Aku ingat, saat masih kecil aku memang sering menghabiskan masa liburan sekolah di taman kupu ini. Bermain layang-layang. Membantu Oma mengajak jalan-jalan Brendy, anjing Labrador tua miliknya. Atau mendengarkan Opa bercerita tentang hikayat 1001 malam. Rasanya kenangan masa kecilku itu sungguh adalah masa yang membahagiakan untukku.
Sayangnya aku hanya bisa menikmati masa kecilku bersama Opa dan Oma dari pihak ibuku itu hingga kelas tiga SD. Karena tak sampai tiga bulan sejak kunjungan terakhirku ke tempat ini, Opa wafat. Dua minggu berikutnya, Oma turut menyusul Opa. Ibu akhirnya memberikan Brendy kepada tetangga samping rumah Opa. Saat itu aku sebenarnya merengek pada ibuku. Aku memaksanya untuk memelihara Brendy. Tapi ibu menolak permintaanku karena keluarga ayah yang muslim akan merasa keberatan jika aku tetap memaksa ingin memelihara Brendy. Akhirnya aku pun menyerah tentang Brendy. Dan sejak itulah aku tak pernah kembali lagi ke tempat ini.
Tes.
Aku terkejut ketika mendapati bahwa aku menangis. Kusentuh pipiku. Benar. Aku memang menangis. Agaknya kenanganku tentang masa ketika aku kehilangan Opa, Oma dan Brendy masih menjadi kenangan yang menyedihkan.
Kutengokkan kepalaku ke kiri dan ke kanan. Khawatir jika ada yang melihatku menangis. Sungguh aku akan sangat malu jika benar ada yang melihatku menangis. Aku kan laki-laki! Maka kutegarkan diriku dan kemudian menertawakan diri sendiri. Sadar. Bahwa saat ini aku sedang bermimpi. Jadi tak masalah jika ada yang melihatku menangis saat ini.
Selanjutnya setelah kudapati kenyataan bahwa aku sendirian dalam mimpi ini, kurebahkanlah badanku di hamparan rumput taman kupu. Kulindungi pula pandanganku dari sinar matahari dengan lengan kananku. Kemudian kembali mengenang Oma dan Opa. Selaksa harap muncul tiba-tiba. 'Jika saja Opa dan Oma bisa muncul saat ini...'
"hei! Kenapa menangis?.."
Aku terkejut dan segera duduk tegak.
'Bukankah tadi tak ada siapa pun selain aku di sini?'
Sesosok anak perempuan entah sejak kapan sudah berdiri di hadapanku. Kuterka usianya tak lebih dari delapan tahun. Anak perempuan itu mengenakan dress hitam. Sebuah bando merah menjepit rambut hitamnya yang lurus sepanjang pinggang dengan manis. Sekilas kulihat pula tas cangklong berwarna biru tersampir di pinggang kirinya.
Aku tak tahu kenapa. Tapi aku merasa familiar dengan anak perempuan itu. Akhirnya kutatap anak perempuan itu lebih seksama. Ia lalu sedikit memiringkan kepalanya dan balas menatapku.
Belum lagi aku bisa menjawab sapaan anak perempuan itu, tiba-tiba saja ia merogoh tas cangklongnya dan mengeluarkan sesuatu darinya. Tak lama, ia menyodorkan apa yang baru saja dikeluarkannya itu kepadaku.
"mau permen? Ambil aja. Saya punya banyak permen."
Dan aku pun tersihir ketika anak perempuan itu tersenyum ramah dan menaruh sejumlah permen ke tanganku.
'Aku mengenalnya. Aku mengenal anak perempuan ini. Dia...'
"tangan kamu mungil sekali. Berapa usiamu?"
Aku bingung dengan ucapan anak perempuan itu dan spontan langsung melihat ke arah pandangannya. Aku kembali dibuat terkejut ketika kulihat tanganku memang mungil seperti katanya. Bahkan lebih kecil dari tangan anak perempuan itu.
'Tunggu dulu! Aku ini sudah SMA. Bagaimana bisa tanganku kecil begini?!'
Dan keterkejutan kembali kualami ketika tiba-tiba saja tubuhku berdiri dengan sendirinya dan mulutku bicara tanpa kuminta.
"Aku sudah besar! Jangan panggil aku mungil! Umurku sudah akan sembilan tahun dua minggu lagi!"
Suara yang keluar dari mulutku itu adalah suaraku ketika masih kecil. Kudengar pula ada nada protes di dalamnya. Anak perempuan di hadapanku itu ikut berdiri tegak. Dan lagi-lagi aku terkejut. Aku terkejut karena anak perempuan itu berdiri menjulang lebih tinggi dariku. Perlahan, aku bisa menyimpulkan keanehan yang sedang kualami ini.
'Tentu saja. aku kan sedang bermimpi. Jadi, mimpi ini sedang mengajakku kembali ke masa lalu ya? Mimpi yang aneh.'
"maaf.. Saya menyesal sekali sudah memanggil kamu mungil." Kulihat ia nampak menyesal telah memanggilku mungil. Dan aku merasa ingin menenangkan perasaan anak perempuan itu. Tapi yang bisa kukatakan selanjutnya hanyalah,
"oke. Gak papa." Aku ragu sebentar untuk melanjutkan kalimatku, badanku memang lebih kecil darimu Ucapku setengah malu.
Anak perempuan di hadapanku itu kembali tersenyum dan ini membuatku kembali tersihir. Di detik itu juga aku ingin berlari karena merasakan malu yang sulit tuk kujelaskan. Anehnya aku hanya diam mematung dan terpana melihat anak perempuan di hadapanku itu.
'Senyumnya manis..'
"Raniaa.. ayo pulang!"
Serentak kami menoleh ke asal suara. Seorang wanita seumuran ibuku berdiri sepuluh meter jauhnya. Ia mengayunkan tangannya ke arah kami. Kuamati paras wanita muda itu dan kudapati bahwa wanita itu mirip dengan anak perempuan di sampingku.
"ya, mama!" anak perempuan di sampingku itu berteriak dan kemudian menghadapkan wajahnya ke arahku lagi.
"saya harus pulang sekarang. Senang bertemu denganmu, mmm...?
Dito."
"ya. Dito. Senang bertemu denganmu. Saya pamit ya! Dadah!" dan dia pun bergegas berlari menjauhiku.
Aku tergagap menyaksikan kepergiannya yang tergesa-gesa. Sampai baru ketika kami sudah berjarak sepuluh meter, aku teringat ada hal yang ingin kukatakan kepadanya.
"Raniaa!" aku berteriak kencang. Setengah malu sekaligus berharap sekali suaraku cukup keras untuk bisa terdengar. Syukurlah dia yang saat itu sudah berjalan di samping ibunya kembali menoleh. Aku terdiam sejenak dan menatap wajahnya yang menunjukkan ekspresi bertanya.
"makasih buat permennya!" ucapku kemudian.
Dan dia tersenyum. Tersenyum manis sekali. Aku menyaksikan kepergian dua perempuan di kejauhan itu hingga sosok mereka menghilang dari pandangan. Setelahnya, kupandangi beberapa bungkus permen di genggaman tanganku. Dan aku tersenyum ketika mendapati bahwa tanganku kembali ke bentuknya semula. Aku kembali menjadi Dito yang sudah duduk di bangku SMA. Aku bukan lagi si mungil seperti yang selalu diledekkan kawan-kawanku di SD dulu. Aku sudah berubah. Dan kusadari kini, perubahanku ini salah satunya juga disebabkan oleh dia. Anak perempuan yang telah mengangkat kesedihanku ketika kecil dengan beberapa bungkus permen dan senyuman hangatnya. Dia.
'Rania...'
###
Secara tiba-tiba kubuka mataku. Atap putih di kamarku lah yang pertama kali kulihat. Kulirik ke dinding di sebelah kanan ruangan ini. Dari benda kotak yang tergantung di atasnya bisa kuketahui bahwa saat ini sudah jam delapan lewat. Aku terkejut dan segera bangun.
Kudekatkan langkahku ke dekat jendela dan kudapati bahwa gerimis yang masih turun sebelum aku lelap tidur kini sudah berhenti. Kututup tirainya dan bergegas keluar kamar. Menyadari bahwa cacing-cacing di perutku mulai berunjuk rasa karena meminta jatah makannya.
Setelah berada di luar kamar, kusaksikan ibuku sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"baru pulang, bu?"
Ibu tak menoleh ketika menjawab pertanyaanku.
"ya. Itu nasi di cooker masih banyak. Belum makan ya Dit?"
Kulangkahkan kakiku langsung menuju dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang keluarga. Kuambil nasi dan lauk secukupnya kemudian melangkahkan kakiku ke tempat ibu. Kududuki tempat kosong di sofa samping ibu dan ikut melihat tayangan di televisi. Saat itu, sedang berlangsung acara debat para pengacara. Detik berikutnya aku sudah seperti ibu yang ikutan larut dalam menikmati tayangan itu.
Tapi kemudian, ibu bicara.
"gimana sekolahmu?" ia masih tak menolehkan wajahnya dari televisi. Maka kemudian aku pun membalas pertanyaannya dengan tetap mengarahkan wajahku ke televisi.
"baik."
"baguslah. Belajar yang rajin."
"ya."
"ibu minggu depan stay di Bandung."
"oke."
Sudah. Perbincangan singkat seperti ini memang sudah menjadi jenis percakapan kami sehari-hari. Sedikit banyaknya aku memang mengambil sifat ibu yang pendiam dan selalu berusaha bersikap tangguh di hadapan orang asing. Bagaimana dengan ayahku? Hmm. Kuakui aku tak terlalu dekat dengan ayahku. Tapi kemudian setelah terpikirkan namanya, aku jadi penasaran dengan kabarnya.
"ayah apa kabar?"
"baik. Dan Dit, mimpi apa kamu tadi? Sekilas ibu lihat kamu senyum-senyum sewaktu tidur barusan"
Aku sadar bahwa ibu sedang mengalihkan pembicaraan. Sepertinya keadaan ayah tidak cukup baik. Atau mungkin mereka sedang bertengkar lagi. Kuterka begitu.
"begitu kah? Gak tahu, bu. Dito gak ingat mimpi apa."
Makanan di piringku sudah habis. Akhirnya aku pun beranjak ke dapur dan mencucinya langsung. Setelah kucuci tanganku hingga bersih, aku mengucapkan selamat malam pada ibu. Ibu membalas ucapanku dengan ucapan Ya nya seperti biasa dan aku pun kembali ke kamarku.
Di perjalanan menuju kamarku, sebuah pertanyaan melintas di benakku.
'Tapi aku merasa memimpikan hal yang baik tadi. Mimpi apa ya?'
Di luar, terdengar kembali suara langit menitikkan airnya ke bumi.
###

Diselesaikan pada Subuh yang berangin,
Ahad, 2 Februari 2014
Di Rumah Putih