Proses tumbuh kembang anak merupakan
kolaborasi antara kedua orangtuanya dan anak-anaknya. Kolaborasi tersebut bisa
dimulai sejak anak masih berusia 0 tahun. Masa inilah merupakan “fondasi” bagi
seorang anak untuk membekali dirinya dalam menyongsong dan menjalani kehidupan
pada masa depannya. Sehingga bagaimana sikap, potensi dan kepribadian seorang
anak di masa dewasanya cenderung dpengaruhi oleh bagaimana pola pendidikan yang
diterimanya di lingkungan hidupnya (keluarga dan masyarakat). Oleh sebab itulah
proses pembelajaran etika, nilai, kepribadian, dan sikap perlu ditanamkan
sedini mungkin. Dengan demikian, mereka benar-benar menjadi sosok penerus
bangsa yang berperilaku dan berkepribadian luhur.
Anak-anak sering mengalami beberapa
kelemahan dalam menangkap sebuah ide, informasi, perintah, dan nasihat yang
akan ia serap dan lakukan. Namun, sebenarnya kemampuan menyerap segala
informasi anak sangatlah “luar biasa”. Kelemahan itu bisa terjadi dikarenakan
para orangtua melupakan “masa-masa keemasan” anak.
Masa keemasan anak berkisar pada usia
0-6 tahun. Menurut Gland Doman dalam bukunya yang berjudul How to Teach Baby to Read, ia menjelaskan bagaimana mengajarkan
bayi untuk membaca. Disebutkan bahwa saat usia berkisar 0-6 tahun, anak
memiliki kemampuan menyerap informasi yang luar biasa dan masa itulah masa yang
paling sempurna untuk mulai dilakukan proses pembelajaran.
Dorothy
Law Nolte, dalam buku Children Learn What
They Live! Menjelaskan seperti berikut ini.
1.
Jika anak hidup dengan kecaman,
mereka belajar untuk mengutuk.
2.
Jika anak hidup dengan permusuhan,
mereka belajar untuk melawan.
3.
Jika anak hidup dengan ketakutan,
mereka belajar untuk menjadi memprihatinkan.
4.
Jika anak hidup dengan belas
kasihan, mereka belajar untuk mengasihani
diri sendiri.
5.
Jika anak hidup dengan ejekan,
mereka belajar untuk merasa malu.
6.
Jika anak hidup dengan kecemburuan,
mereka belajar untuk merasa iri.
7.
Jika anak hidup dengan rasa
malu, mereka belajar untuk merasa
bersalah.
8.
Jika anak hidup dengan dorongan,
mereka belajar percaya diri.
9.
Jika anak hidup dengan toleransi,
mereka belajar kesabaran.
10.
Jika anak hidup dengan pujian,
mereka belajar apresiasi.
11.
Jika anak hidup dengan penerimaan,
mereka belajar untuk mencintai.
12.
Jika anak hidup dengan persetujuan,
mereka belajar untuk menyukai diri mereka
sendiri.
13.
Jika anak hidup dengan pengakuan,
mereka belajar untuk memiliki tujuan.
14.
Jika anak hidup dengan berbagi,
mereka belajar kemurahan hati.
15.
Jika anak hidup dengan kejujuran,
mereka belajar kejujuran.
16.
Jika anak hidup dengan keadilan,
mereka belajar keadilan.
17.
Jika anak hidup dengan kebaikan
dan pertimbangan, mereka belajar menghormati.
18.
Jika anak hidup dengan keamanan,
mereka belajar untuk memiliki iman dalam diri mereka dan orang-orang
tentang mereka.
19.
Jika anak hidup dengan persahabatan,
mereka belajar bahwa dunia adalah tempat
yang bagus untuk hidup.
Komunikasi merupakan kunci sukses
hubungan antara orangtua dan anak-anaknya. Bentuk kasih sayang seperti pelukan,
ciuman, sentuhan, dan semacamnya merupakan bentuk komunikasi dari “pikiran
bawah sadar” yang perlu dipupuk dan dilatih kepada anak sejak anak berusia
dini. Komunikasi bawah sadar ini dapat memberikan informasi positif kepada
anak. dengan demikian anak bisa memahami maksud dan keinginan orangtuanya dan
mampu menyerap sempurna setiap informasi yang berkualitas dari kedua
orangtuanya.
Sebuah bentuk komunikasi bawah sadar
harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut.
1.
Easy to
understand
Ringkas atau
rumitnya sebuah informasi yang disampaikan orangtua kepada anaknya merupakan
salah satu kunci sukses yang harus dipahami oleh orangtua. Bahawa memegang
peranan penting saat sebuah komunikasi dilakukan. Namun body language (bahasa tubuh) juga mendukung terciptanya komunikasi
harmonis antara orangtua dan anak. Sehingga orangtua perlu menyelaraskan antara
bahasa yang digunakan dan body language.
Jika antara ucapan dan bahasa tubuh tidak ada kesinkronan, maka seseorang anak
akan melakukan “tebak-tebakan perasaan”. Dan jika hal ini terus berlangsung,
tanpa disadari anak akan memberikan label-label kepada orangtuanya, semisal “pembohong”,
“pura-pura sayang”, “mau menangnya sendiri”.
2.
Interesting
(menarik
perhatian)
Kemenarikan
dan keasyikan informasi yang akan disampaikan dan diterima oleh anak bisa
membuat anak mengalihkan perhatiannya ke orangtuanya. Hal itu merupakan kunci
sukses bagaimana terciptanya hubungan harmonis antara seornag ibu/bapak kepada
anak.
3.
Pahami sensitifitas anak
Sensitivitas
anak saat menerima informasi harus dijadikan “sinyal-sinyal” bagi orangtua,
orangtua harus memahami kondisi dan situasi, yaitu saat yang tepat untuk bisa
berkomunikasi dengan anak-anak.
4.
Information
style
cara
penyampaian informasi kepada anak perlu diperhatikan, sesuai dengan
bertambahnya usia anak. Ini dikarenakan bertambahnya usia anak juga menandakan
perkembangan kedewasaan anak. Perlakuan yang perlu diperhatikan oleh orangtua
antara lain intonasi bahasa, gaya bahasa, serta tata bahasa.
5.
Using multisensory
technique
Saat anak
mulai memahami bentuk komunikasi sederhana, maka itulah saatnya untuk
mengenalkan bentuk komunikasi bawah sadar. Sebagai contoh, memperlihatkan raut
wajah “tidak setuju” saat anak melakukan hal yang kurang terpuji atau
memberikan pujian disertai dengan pelukan dan sentuhan saat anak melakukan
prestasi. Harapannya, dengan mengenal komunikasi bawah sadar ini kualitas
proses tumbuh kembang anak dapat maksimal.
Referensi:
Andri Hakim, Hypnosis
in Teaching, (Jakarta: Visimedia, 2010), h. 93-102.
Dorothy Law Nolte, & Rachel Harris, Children Learn What They Live, Parenting to inspire Values,
(Workman Publishing, 1998).
best article mei, : )
BalasHapus:) arigatou, teteh.. mel lg gatel nge-publish-in resume beberapa buku yang udh pernah mel baca nih.
BalasHapus