10 Ramadhan 1435 H.
Selasa, Menjelang subuh.
Alhamdulillah.. sudah
masuk hari ke sepuluh bulan Ramadhan. Meskipun hingga saat kutulis catatan ini,
aku masih haid (bolong enam, euy!). Aku masih tetap happy dan bisa menikmati berkahnya bulan Ramadhan.
Keberkahan itu bentuknya
bermacam-macam. Beberapa di antaranya antara lain: aku bisa melihat hujan di
beberapa hari di bulan Juli ini, proses muraja’ah-ku untuk surat al Baqoroh
juga Alhamdulillah lancar, kondisi badanku yang jauh lebih baik dalam
menghadapi pergantian cuaca yang tak jelas (hujan-panas-hujan-panas-…),
Emak-Bapak-Herdi yang juga Alhamdulillah sehat, serta meriahnya Ramadhan tahun
ini dengan kehadiran Bunde’ Rum di rumah. Alhamdulillah! ^_^
Bunde’ Rum adalah istri
ke tiga Abah Ende’ (ayahnya Bapak), setelah pernikahan Abah (panggilan akrabku
ke Abah Ende’) dengan Mande’ Saneh (emaknya Bapak) dan Mande’ Pisangan (emaknya
Mang Yusuf) berakhir. Usut punya usut, ternyata Bunde’ Rum menikah dengan Abah
tuh pada tahun dua ribu. 2000! Wow! Sungguh! Aku baru tahu fakta ini kemarin
sore.
Jadi, sewaktu aku sedang
menyapu teras rumah, aku iseng bertanya kepada Bunde’ tentang kisah
pernikahannya dengan Abah.
Eh, salah! Bukan tentang
pernikahan, ding! yang kutanyakan pertama kali. Hal pertama yang kutanyakan
sebenarnya adalah tentang kapan pertama kalinya Bunde’ bisa full-shaum, alias puasa ramadhan penuh,
alias tidak haid lagi, alias masa menopause-nya yang pertama?. (hadeuh…
lagi-lagi kebanyakan alias.. Mel.. Mel…*-*)
Bunde’ yang saat itu
sedang rebahan di bale depan rumah pun menjawab pertanyaanku. Kurang lebih,
berikut ini adalah redaksi tanya-jawab kami pada sore lalu.
Aku : (sambil nyapu teras) Bunde’,
Bunde kapan pertama kali puasa penuh?
Bunde’
Rum : (rebahan di bale) kapan kali… udah
lama. Dari belon kawin aja sama Bah’nde.
Aku : (masih fokus nyapu.
Iseng-iseng nanya lagi) terus Bunde’ kapan nikah sama Abah Ende’? tahun berapa,
Bunde’?
Bunde’
Rum : taun dua rebu.
Aku : (berhenti nyapu. Langsung
nengok ke Bunde’) tahun dua ribu, Bunde’? beneran? (kaget euy!) meli kira tahun
dua ribuan…
Bunde’
Rum : iya. Dua rebu.
Aku : (masih kaget) berarti Bunde’
sama Abah udah lama juga ya. 14 tahun.
Bunde’
Rum : (tersenyum mendengar keterkejutan
yang kusampaikan)
Aku : atuh itu mah sewaktu meli
belum lulus SD ya, Bunde’?
Bunde’
Rum : iya, lah. Si Umboh aja masih SMP,
apa belum kali.
[Bi Umboh adalah putri bungsu dari
pernikahan Abah Ende’ dengan Mande’ Saneh. Menurut Bapak, Abah Ende’ menikah
dengan Mande’ Pisangan sewaktu Bi Umboh masih dalam kandungan. Itulah sebabnya
di masa remajanya, hubungan Bi Umboh dengan Abah kurang harmonis. Tapi
Alhamdulillah… Setelah Bi Umboh menikah, hubungan bapak-anak itu mulai membaik.
Abah bahkan mengingat nama kedua anak Bi Umboh, yakni Alpi dan Adam. Padahal,
hingga wafatnya Abah sudah berumur 93 tahun. Hebat ya si Abah ini! ^_^)
Aku : Oo… (manggut-manggut, terus
lanjutin nyapu teras)
Selanjutnya, bisa
kusimpulkan bahwa masa menopause Bunde’ ternyata sudah cukup lama terjadi.
Belasan tahun lalu. Wow! Ini sungguh mengherankan. Mengingat fisik Bunde’ yang
masih tampak muda (awal 60-an), aku tak menyangka bahwa aku bisa bertemu dengan
wanita yang masa menopause-nya datang di sekitar usia 40-an. Itu masih cukup
muda. Aku kembali terkejut ketika kubaca di google, bahwa wanita yang
menopause-nya di usia 40-an itu ternyata tak sedikit jumlahnya. Artinya, cukup
banyak.
Tiba-tiba saja terbayang
di benakku sosok Bunda Khadijah, istri pertama baginda Rasul saw. Hatiku
bertasbih memuji Allah. Menyadari keberkahan yang dianugerahkan Allah kepada
Bunda Khadijah. Anugerah apakah?
Jadi begini…
Bunda Khadijah menikah dengan
nabi Muhammad saw. saat usia masing-masing mereka adalah 40 dan 25 tahun. Meski
usianya lebih tua 15 tahun, rahim Khadijah telah diberkahi oleh Allah sehingga
masih mampu melahirkan dua orang putra dan empat orang putri setelah di
pernikahan sebelumnya ia telah melahirkan dua orang putra dan seorang putri.
Nama putra-putrinya dari hasil pernikahannya dengan Muhammad saw. antara lain
Qasim, Zainab, Abdullah, Ruqayyah, Ummi Kultsum, Fathimah. Walaupun kedua
putranya (Qasim dan Abdullah) meninggal sewaktu balita dan bayi, hal itu tetap
tak merubah fakta bahwa Khadijah masih kuat untuk melahirkan di usia 50-an.
Lebih jelasnya lagi
adalah saat kelahiran putri bungsunya, Fathimah di usia 50-an. Keberkahan masih
jelas diperuntukkan kepada Khadijah, dengan keluarnya ASI untuk Fathimah.
Subhanallah!. (kalau zaman sekarang, masih ada gak ya, wanita umur 50-an yang
masih bisa ngeluarin ASI? Hmm… gak yakin ada, deh. Kalaupun ada, tentunya
mereka termasuk ke dalam golongan minor dari yang paling minor. Alias, jumlahnya
sangat-sangat sedikit.) Maha Suci Allah untuk keberkahan yang dilimpahkan-Nya
kepada Khadijah, wanita yang juga terkenal dengan gelar ath-Thahirah ini.
[Ath Thahirah = Yang senang menyucikan diri]
[sebelum menikah dengan rasulullah saw.,
Khadijah telah menikah dua kali. Suami pertamanya meninggal dan meninggalkan
Khadijah bersama dua orang putra mereka, Halah dan Hindun. Kemudian, Khadijah
menikah lagi dengan Atik bin Aziz, seorang bangsawan terkenal. Dari pernikahan
ke duanya, Khadijah melahirkan seorang putri yang diberinya nama Hindun.
Sayangnya perangai buruk Atik telah menyebabkan keduanya memilih bercerai.
Menjandalah lagi Khadijah binti Khuwailid ra.
Dari pernikahan ke duanya, Khadijah
menjadi lebih berhati-hati dalam memilih imam bagi keluarganya. Ia tak
segan-segan menolak banyak lamaran yang ditujukan kepadanya. Sebelum akhirnya
ia bertemu dan terpesona dengan akhlak mulia seorang pemuda yatim-piatu bernama
Muhammad (saw.). Khadijah pun akhirnya menikah dengan Muhammad (saw.).
Di pernikahan yang terakhir inilah
Khadijah bisa merasa sangat bahagia. Setia mendampingi Muhammad (saw.) yang
dibebankan amanah kerasulan, Khadijah ikhlas mengorbankan semua harta
kekayaannya untuk memenuhi kebutuhan hidup kaum muslim yang saat itu teraniaya
dalam pengucilan selama tiga tahun. Hingga kekayaannya habis karena boikot kaum
Quraisy terhadap kaum muslimin, Khadijah tak mempermasalahkannya. Bahkan hingga
wafatnya, Khadijah masih setia mendampingi nabi saw. untuk tetap tinggal di
Mekah. Sementara beberapa kaum muslimin (termasuk putrinya, Ruqayyah) telah
hijrah ke Habasyah.
Khadijah ra. Wafat di pembaringan, di
sisi nabi. Meski begitu, seluruh dunia dan semesta serempak mengakui bahwa ia
adalah istri yang paling dicintai oleh sang khatamun
nabiyyin, saw. Namanya selalu disebut-sebut di hadapan istri-istri nabi
yang lain. Bahkan bertahun-tahun setelah ia wafat.
Salam dan rahmat untuk Bunda Khadijah
ra. Amin.]
Kembali ke topik
‘Menopause’.
Jadi, aku geleng-geleng
kepala. Antara takjub dengan keberkahan Bunda Khadijah yang masih bisa
melahirkan di usia 50-an, juga heran dan bertanya-tanya apa sebabnya banyak
perempuan zaman sekarang yang masa menopause-nya datang di usia dini?.
Tanya kenapa? Tanya
kenapa?
Akhirnya kuterka-terka
sendiri, jawabannya.
Aku teringat dengan
pengakuan Bunde’ Rum jauh-jauh hari sebelumnya. Saat itu Bunde’ mengatakan
bahwa sejak kecil ia terbiasa langsung meminum obat (entah obat warung maupun
obat apotek), manakala ia sakit. Ya sakit kepala. Sakit perut. Sakit flue.
Bunde’ selalu minum obat. Bunde’ bahkan juga semangat menyuruhku untuk minum
obat setiap kali badanku dirasanya terlalu hangat (mengira aku demam), atau
mendengar suara bersinku. Hatchim!
Hatchim!
Dengan lembut, kutolak
saran Bunde’ tuk meminum obat itu. Kukatakan kepadanya bahwa suhu badanku
memang lebih hangat dibandingkan orang lainnya. Dan akan menjadi lebih-lebih
hangat lagi jika aku akan demam di malam harinya. Kusampaikan padanya bahwa aku
sudah terbiasa dengan demam. Jadi ia tak perlu terlalu mengkhawatirkanku.
Adapun kegiatan Hatchim! Hatchim!-ku
di setiap harinya adalah hal yang juga sudah biasa kualami. Dengan kocak
kukatakan padanya, begini:
“Bunde’. Kalau meli
bersinnya dua kali, itu masih normal. Kalo udah tiga kali setiap bersinnya,
hatchim! Hatchim! Hatchim!, nah! Itu baru berarti badan Mel lagi lemah
kondisinya.” Ha. Ha. Ha. Bunde’ selalu tersenyum setiap kali kukatakan kalimat
di atas.
Namun, ketika aku bersin
tiga kali, aku masih memiliki dalih untuk tidak minum obat. Dengan hidung
meler, pandangan sayu, dan muka agak memerah (karena demam) aku berkata pada
Bunde’, juga siapa pun yang menyuruhku minum obat.
“flue-mah cukup istirahat
sama minum yang cukup. Insya Allah sembuh sendiri.”
Dan Bunde’ juga
orang-orang yang sebelumnya menyuruhku minum obat pun akhirnya memilih untuk
membiarkanku dengan argumenku. Meski entah apa yang mereka dumelkan dalam hati.
^_^
Hmm… Jujur saja. Kalimat
terakhirku tentang ‘sembuh sendiri’ itu tidak kudapat dari hasil perenungan
berhari-hari atau pun dari bertapa melewati dua-tiga musim (halah! Bahasamu
itu, Mel…). Kalimat itu adalah hasil kutipan dari ucapan seorang kawanku. Dia
selalu menyarankanku untuk tidak terlalu bergantung kepada obat. Menurutnya,
tubuh manusia pun sebenarnya sudah memiliki sistem dan mekanisme penyembuhan
sendiri, asal bersikap sesuai yang dianjurkan.
Ambil contoh sakit Flue.
Menurut kawanku, obat sakit Flue yang paling baik adalah istirahat yang cukup
(gak begadang) dan minum air putih yang banyak (gak sampe segalon juga kallee…
^o^). Air putihnya pun harus biasa. Tidak dingin karena diberi batu es. Dan
aku, sebagai seorang pengagum ilmu pengetahuan pun akhirnya menuruti nasihat
kawanku itu. Ini tuh ilmu loh! Ilmu!
Aku juga jadi ingat
dengan perkuliahan Kimia yang disampaikan oleh Pak Adi, salah seorang dosen
yang kufavoritkan.
Eh! Salah (lagi)! Maaf..
bukan Pak Adi, ding! Tapi Bu Nanda. (faktor usia, jadi sering lupa. ^_^ hi. Hi.
Hi.). Dosen muda ini pernah menyampaikan di sela perkuliahannya. Bahwa daya
imun (kekebalan tubuh) manusia bisa menurun setiap kali pengkonsumsian
obat-obat kimia.
Maksudnya???
Maksudnya begini.
Jadi, Bu Nanda nasihatin.
Kalo minum obat resep dari dokter (terutama obat antibiotik) tuh, harus diminum
habis. Jangan setengah-setengah atau berhenti minum pas ngerasa diri udah agak
sehat. Padahal ‘mah masih ada beberapa butir obat yang belum diminum. Obat itu
harus diminum habis. Suka gak suka. Mau gak mau. Karena kalau gak dihabisin,
besar kemungkinan bakteri/virus penyakit yang ada di dalam tubuh tuh belum
bener-bener mati. Jadi nanti kalo penyakitnya kumat lagi, bakteri/virus itu
akan jadi lebih kebal dengan obat yang pernah diminum (gak sampe habis). Hingga
akhirnya diperluin dosis atau bahkan jenis obat baru yang lebih keras sifat
kimianya demi kesembuhan. Padahal kan, obat yang terlalu keras sifat kimianya,
atau terlalu besar dosisnya juga gak baik buat tubuh. Karena setahuku, setiap
benda kimia yang masuk ke dalam tubuh tuh gak semuanya bisa diserap atau
disaring, loh. Pasti ada aja yang mengendap dalam organ-organ tertentu. Dan
jika endapan ini jumlahnya udah numpuk, maka akan memunculkan masalah-masalah
baru seperti kurang optimalnya fungsi kerja organ atau malah organ tersebut
juga bisa mengalami kegagalan fungsi. Lebih parahnya, penumpukan benda-benda
kimia dalam tubuh juga bisa memicu munculnya penyakit parah, semisal kanker.
Wuiiih… serem kan?
So, manut aja deh sama
nasihat dokter. Oke? ^_^
Nah loh! Lha kok jadi
nyasar ke topik ‘penyakit’? kita ‘kan lagi bahas topik ‘menopause’??
Hmm.. sebenarnya, kita
gak nyasar jauh-jauh amat kok.
Tadi kan sudah
kusampaikan di awal tulisan. Bahwa Bunde’ Rum sudah terbiasa minum obat sedari
ia masih kecil. Jadi, dari fakta itu, aku membuat dugaan bahwa besar
kemungkinan salah satu faktor datangnya Menopause yang terlalu dini pada diri
Bunde’ disebabkan oleh kebiasaannya yang
selalu bergantung pada obat. Apalagi Bunde’ juga mengakui kalau rahimnya tidak
subur.
(Masya Allah! Semoga
rahimku subur-makmur. Amin!)
So, semakin kuatlah
tekadku untuk menghindari minum obat. Aku akan lebih bergantung pada daya imun
tubuhku dan percaya padanya. Tentunya, aku pun harus memberikan gizi yang cukup
dan baik untuk tubuhku. Agar aku bisa tetap sehat. Atau kalaupun flue, flue-nya
ya yang seperti sekarang-sekarang saja. Hatchim! Hatchim! Cukup dua kali. Atau
malah lebih baik tidak usah flue lagi. Amiin..
Oke. Cukup di sini dulu
ya ceritaku. Insya Allah akan ada kesempatan untuk bercerita lagi.
Pesanku, say “no” to
drug, and “yes” to keep healthy. (bener gak tuh, grammer-nya?? ^_^ he.he. he.)
See Yaa!
[daftar referensi:
1. Biografi “Muhammad” karya
Martin Lings,cetakan V. Diterbitkan oleh Serambi Ilmu Semesta pada tahun 2008.
2. Novel biografi
“Khadijah” karya Sibel Eraslan, cetakan IIl. Diterbitkan oleh Kaysa Media pada
tahun 2014
3. Serta bahan bacaan
terkait lainnya yang pernah kubaca, namun kulupa sumbernya. Semoga pahala juga
mengalir atas para penulisnya. amin ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar