Jumat, 11 Juli 2014

Entah dan Gaza



13 Ramadhan 1435 H.
Jum’at Berkah, Langit Cerah, Hati Resah
09.45 wib
Dadaku berdegup kencang. Lebih kencang dari biasanya. Sebuah perasaan aneh menghinggapi benakku. Déjà vu. Perasaan mengenal pengalaman seperti ini. Perasaan yang pernah muncul tiba-tiba, seperti malam sebelum Jo wafat dulu, bertahun-tahun yang lalu.
[Jo adalah salah seorang sahabatku. Ia termasuk ke dalam spesies langka dari sederetan makhluk yang hadir di hidupku. ^_^ hehehe.. maksudku, Jo itu termasuk ke dalam bagian dari sangat sedikitnya lelaki yang bisa akrab denganku. Ya. Kuakui, aku memang tidak bisa mengakrabkan diriku dengan kaum adam. Sedari kecil aku sudah membatasi pergaulanku lebih kepada kaum hawa. Sementara kepada kaum adam, aku sering merasa risih juga malu, meski hanya untuk menatap mata terlalu lama. Sebab musababnya, insya Allah akan kuceritakan di kesempatan mendatang. Pun jua dengan cerita perkawananku dan Jo. Butuh waktu tersendiri untuk menceritakan kisah tentang Jo. Jadi, mohon bersabar ya.^_^
Saat ini  sudah hampir empat tahun Jo dikebumikan. Meski begitu, aku masih merasa bahwa ia masih hadir di dunia ini. Jo memang sahabat yang sangat baik. Meski mesti kuakui juga, bahwa aku pun sebenarnya tetap tak bisa akrab dengannya seperti akrabnya aku dengan sahabat wanitaku. Tapi seiyanya, di hadapan Jo, aku bisa tersenyum lepas dan mengemukakan isi kepalaku. Rasanya seperti berbincang dengan kakak sendiri. Begitulah. ^_^
Jo. Joko Syahridlo. Satu harap terbesarku untuknya adalah, semoga Allah menyertakannya bersama hamba-hamba-Nya yang shalih di surga-Nya sana. Amin. Allahumma amin.]
Astaghfirullaahal’azhiim…
“Yaa Rabb… Hamba mohon ketenangan bagi hati hamba.
Perasaan apa ini yang muncul secara tiba-tiba? Hamba merasakan kecemasan terhadap sesuatu hal yang (entahlah) tidak hamba ketahui. Degupan jantung yang mencemaskan ini telah melelahkan pikiran hamba dari menahan diri untuk tidak berprasangka. Karena Engkau Yang Maha Tahu, Yaa Rabb… Engkau Maha Tahu segala sesuatunya.
Maka kumohon…
Jika memang ada hal yang harus hamba ketahui berkenaan dengan degupan jantung ini, maka hamba mengharapkan kelembutan cara-Mu untuk membuat hamba memahaminya.
Pun sebaliknya..
Jikalah pengetahuan itu tidak/belumlah berhak untuk hamba ketahui, atau tidak ada hal apa pun yang terjadi berkenaan dengan degupan jantung ini, maka hamba harapkan pula ketenangan dan kasih-Mu bagi hamba-Mu yang dhaif ini.
Kumohonkan ini hanya kepada-Mu, Yaa Rabb…
Karena hanya Engkau-lah, kepada siapa aku menyembah dan memohon pertolongan.
Irhamnii, Yaa ‘Aziiz.. Yaa Malik.. Yaa Muqtadir.. Yaa Ra’uuf…”
Amin. Allahumma Amiin.
(11.40 wib)
Alhamdulillah. Degup jantungku mulai terasa biasa. Entah apa sebenarnya yang ada di balik keresahan yang datangnya tiba-tiba ini. Aku hanya mengharapkan ridha Allah untuk kebaikanku selalu. Amin.
(11.42 wib.)
Aku melihat TV bersama Emak. Di TV ditayangkan beberapa hal yang memiriskan hati. Kecelakaan maut, berita kemacetan Jakarta yang ditayangkan dengan sudut pandang seperti mengecam Pemda-nya, terror bom Molotov di salah satu gedung pelaksana survey yang mendukung capres no. urut 1, juga (lagi-lagi) serangan Zionis Israil ke Gaza yang—sampai kutulis catatan ini—diberitakan telah menewaskan 91 orang (dengan mayoritas korbannya adalah warga sipil perempuan dan anak-anak). Astaghfirullaahal ‘azhiim… innaalillaahi wa inna ilaihi raaji’uun…
Baiklah. Kita lanjutkan lagi.
Dalam tulisan kali ini, ada dua topik yang akan kuulas lebih cermat. Topik pertama adalah terkait pesta demokrasi yang baru saja berlangsung pada Rabu, 9 Juli yang lalu.
Aku merasa gerah. Gerah hati.
Rasanya gerah menyaksikan masih ada saja oknum-oknum yang bersikap negatif terhadap hasil Quick Count beberapa lembaga survei tentang hasil pemilu lalu. Mayoritas lembaga survey memang mengabarkan bahwa capres Jokowi-JK-lah yang memenangkan pesta demokrasi tahun ini. Sayangnya, ada oknum masyarakat yang berbuat tindakan-tindakan tak terpuji dengan dalih ketidakpuasan dan kecurigaan terhadap hasil pemilu lalu, atau pun juga dalih kesenangan diri untuk membuat suasana pemilu menjadi kisruh karena kerusuhan antara dua pihak capres-cawapres no. urut 1 dan 2.
Belum lama pesta demokrasi berakhir, beberapa stasiun TV sudah mulai sibuk meliput dan menayangkan berita-berita yang pada hakikatnya seperti menyerang kubu capres pilihan lawannya. Ya ada isu terror bom-lah. Ya ada isu kotak suara yang tidak disegel dan digembok ketika sampai di kantor pusat lah. Dan banyak lagi tayangan-tayangan sejenis yang intinya sama. Nampak ingin menunjukkan adanya kecurangan yang (diduga) dilakukan oleh kubu lawan.
Astaghfirullaahal ‘azhiim…
“Ya Allah… berikanlah pembalasan terbaik untuk siapa pun yang telah melakukan kecurangan. Entah mereka melakukan kecurangan terhadap pihak lawannya. Atau pun mereka-mereka yang melakukan kecurangan terhadap pihak mereka sendiri hanya demi dikasihani. Hamba mohon Engkau memberikan pembalasan-Mu yang terbaik dan seadil-adilnya, Yaa Rabb.. demi kemakmuran dan kesejahteraan Islam di Negara ini. Demi tegaknya hak-Mu di negeri sejuta ummat ini.
Jadikanlah pemimpin Negara ini, seorang yang mencintai kekasih-Mu, Muhammad saw. yang mulia. Jadikanlah mereka, para pemimpin kami, seorang yang bisa berkaca pada kepemimpinan rasul juga kepemimpinan orang-orang yang shalih di masa sebelumnya. Jadikanlah para pemimpin kami sebagai orang yang memiliki rasa takut untuk mengingkari bai’at kepemimpinannya. Jadikanlah mereka dan kami semua, sebagai hamba-Mu yang bisa memaknai ramadhan ini sebagai jalan lapang menuju  Nuur-Hidayah-Mu. Jadikanlah kami semuanya, Yaa Rabb.. kami semuanya…”. Amin. Allaahumma amin.
Cukup tentang pemilu.
Topik berikutnya yang (sangat) ingin kutulis saat ini adalah perihal serangan  Israil ke Gaza, Palestina.
“Allahummarhamna, Yaa Rabb! Irhamna..”
“Laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah…”
Aku menangis. Sungguh menangis. Batinku, ragaku, menangis. Jiwaku, penglihatanku, basah. Apa lagi ini, Yaa Rabb? Astaghfirullaah…
Cukup!
Aku harus menguatkan diriku dari menuliskan semua kegetiranku tentang Gaza. Aku akan menuliskan catatan tentang Gaza ini dalam sudut pandang seorang penyampai berita. Aku harus. Sungguh harus. Maka bismillah… aku akan mulai menulisnya.
Jadi begini…
Berita tentang penyerangan ke Gaza sebenarnya sudah kudengar dari Herdi pada Rabu lalu (9/7). Saat itu aku dan keluarga sedang melihat tayangan Quick Count di televisi. Kemudian tiba-tiba saja Herdi menyampaikan berita duka itu. Herdi juga menunjukkan beberapa foto di layar handphone-nya. Di sana ditampakkan beberapa jenazah anak kecil, para wanita yang sedang menangis, juga gambar-gambar sarat kepiluan lainnya.
Hatiku langsung bergemuruh karena amarah dan kesedihan yang kutujukan untuk saudara-saudara muslimku di Palestina sana. Bersamaan dengan riuhnya berita hasil Quick Count di TV, pikiranku terbelah. Dan pusing yang sudah kurasakan semenjak Selasa malam pun memburuk pada Rabu sore itu.
Menjelang isya, kondisiku bahkan lebih memburuk lagi. Sendi-sendiku ngilu. Kepalaku terasa berat. Badan demam. Kondisiku baru membaik pada dua hari setelahnya, yakni pagi ini, hari Jum’at. Sayangnya, tayangan-tayangan di TV malah membuatku jadi gerah hati.
Astaghfirullaah…
Jadi, hari ini aku menyaksikan berita tentang Gaza sampai jarum jam menunjuk di angka 12.25 wib. Dari tayangan-tayangan itu, kuserap cukup banyak informasi. Berikut adalah ulasannya.
---
Hari ini adalah hari keempat penyerangan Israil terhadap Gaza. Sejauh ini, telah ada 91 orang warga sipil yang meninggal. Mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak. 22 orang anak-anak, lebih tepatnya. (astaghfirullaah… irhamna, Yaa Rabb)
Dunia jelas saja gempar dengan serangan Israil ini. Kemarin (10/7) bahkan diadakan rapat dadakan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk membahas hal ini. Dalam rapat itu, duta besar Palestina menyebutkan nama 22 anak yang menjadi korban. Dengan terisak, ia menyebutkan nama anak-anak itu beserta umurnya. Aku menangis, saat menyimak ucapan terbata-bata duta Palestina itu. Walau ia mengucapkannya dalam bahasa Arab, aku masih cukup mengerti ketika berkali-kali ia menyebutkan kata-kata: arba’a ‘ammah, ….., ‘asyrah ‘ammah… sab’ah ‘ammah... Kata ‘ammah itu kuterka bermakna usia. Tujuh tahun, sepuluh tahun, empat tahun. (Astaghfirullaah… Irhamna, Yaa Rabb..)
            Tak hanya PBB, pemerintah Indonesia pun turut bergerak menanggapi aksi immoral Israil ini. Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) melalui jubir-nya, Martin Natalegawa, menyampaikan kecamannya terhadap aksi brutal Israil itu. Dalam penjelasannya, Martin juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah mengajak Negara-negara non blok untuk  segera membantu pengadaan obat dan bahan makanan bagi rakyat Gaza.
Menanggapi hal ini, aku bersyukur, sekaligus juga sedikit kecewa. Aku bersyukur untuk ketanggapan pemerintah terhadap tragedi SARA ini. Sekaligus juga merasa kecewa, mengharapkan usaha yang lebih baik daripada hanya sekedar pemberian obat dan pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan. Dalam hati aku mencibir.
“Tak terbetik-kah di benak para setiap pemimpin Negara untuk benar-benar membantu mengakhiri peperangan di Gaza? Tak bisakah mereka, yang telah diberi kuasa oleh jutaan rakyatnya, mengembargo Israil yang tak segan-segannya menyerang kota kecil Palestina itu dengan serangan darat, laut, dan udara? Di manakah para petinggi PBB, organisasi yang menamakan dirinya sebagai ‘polisi’-nya dunia? Di manakah keadilan itu? Haruskah penantian rakyat Palestina akan kedamaian, tak memiliki akhir sampai kalimat-Nya datang dan menyatakan ‘akhir’ bagi semesta? Haruskah darah-darah para syuhada Palestina tercecer sia-sia, tanpa ada gerak nyata dari siapa pun untuk berani membelenggu aksi brutal tentara Israil? Di manakah keadilan itu, Yaa Rabb? Di manakah penghakiman-Mu? Astaghfirullaahal ‘azhiim..”
Sudah. Sudah cukup, cibiranku itu. Kita lanjutkan lagi.
Jadi, PBB, pemerintah Indonesia beserta negara-negara non blok, serta mungkin beberapa negara lainnya sudah mulai bergerak. Alhamdulillah. Aku kembali bersyukur dengan gerakan kemanusiaan ini.
Selanjutnya, TV juga menayangkan MER-C. MER-C adalah organisasi nasional kemanusiaan yang digerakkan oleh para relawan asal Indonesia. Disebutkan di TV, bahwa MER-C memiliki dua program utama. Pertama adalah pembangunan rumah sakit untuk korban perang. Dan kedua adalah penggalangan dana serta obat-obatan dari berbagai pihak untuk memenuhi kebutuhan korban perang.
Allahu akbar!
Aku bertakbir. Memuji tindakan mulia MER-C dengan dua programnya itu. Kuakui bahwa dua program itu adalah bentuk nyata dari bantuan yang memang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat Gaza saat ini. Meski tetap kuberharap, semoga pihak-pihak yang memiliki kekuasaan yang jauh lebih besar dibanding MER-C ini akan bisa menghentikan peperangan di Gaza, Palestina, juga peperangan di mana pun adanya. Amin.
Sejauh ini, pemerintah Mesir telah membantu untuk membuka jalur Rafah, akses bagi penyaluran obat dan makanan menuju Gaza. Meski begitu, ada sejumlah pihak yang menyayangkan kebijakan pemerintah Mesir yang membatasi akses jalur Rafah ini. Karena sejauh ini jalur Rafah hanya bisa dilewati untuk para korban dari Gaza yang terluka, sementara untuk warga yang ingin mengungsi tidak boleh melewatinya.
Pemerintah Mesir berkilah, bahwa di Rafah pun sebenarnya sudah ada sejumlah pendukung Hamas, pihak yang disebut-sebut sebagai penguasa Gaza. Hamas inilah yang menjadi musuh bagi Israil. Mesir tidak ingin para pendukung Hamas di Gaza bisa bebas masuk ke Mesir melalui Rafah. Karena ini bisa menyebabkan serangan brutal Israil meluas ke wilayah Mesir juga. Seperti itulah.
Hhh… Letih rasanya benak dan pikiranku untuk menuliskan catatan ini. Sedih juga ketika kusadari bahwa aku pun, dengan segala cibiranku ternyata tak bisa membantu Palestina lebih baik dari mereka-mereka yang kucibirkan. Hanya do’a dan harapan yang kulirihkan kepada Yang Maha Rahman untuk kemakmuran Palestina, juga untuk negeri-negeri Islam lainnya. (amin). Memangnya, apa lagi yang bisa kulakukan?
Sebagai ending dari tulisan ini, berikut adalah lirik dari lagu  “Gaza tonight”.
Blinding flash of white light, lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover, not knowing whether they’re dead or alive
They came with their tanks and their planes, with ravaging fire flames
And nothing remains, just a voice rising up in the smoky hazes
Reff:    We will not go down, in the night without a fight
You can burn up our mosque, and our homes, and our school
But our spirit will never die
We will not go down, in Gaza tonight
Womens and children alike murdered and massacred night after night
While the so called leaders of countries far, debated on whose wrong or right
But their powerless words were in vain, and the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the bloods and the pains,
you can still hear that voice through the smoky hazes
Reff:    We will not go down, in the night without a fight
You can burn up our mosque, and our homes, and our school
But our spirit will never die
We will not go down, in Gaza tonight.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar