13 Ramadhan 1435 H.
Jum’at Berkah,
Langit Cerah, Hati Resah
09.45 wib
Dadaku berdegup
kencang. Lebih kencang dari biasanya. Sebuah perasaan aneh menghinggapi
benakku. Déjà vu. Perasaan mengenal
pengalaman seperti ini. Perasaan yang pernah muncul tiba-tiba, seperti malam
sebelum Jo wafat dulu, bertahun-tahun yang lalu.
[Jo adalah salah seorang sahabatku. Ia termasuk ke dalam spesies
langka dari sederetan makhluk yang hadir di hidupku. ^_^ hehehe.. maksudku, Jo itu
termasuk ke dalam bagian dari sangat sedikitnya lelaki yang bisa akrab
denganku. Ya. Kuakui, aku memang tidak bisa mengakrabkan diriku dengan kaum
adam. Sedari kecil aku sudah membatasi pergaulanku lebih kepada kaum hawa.
Sementara kepada kaum adam, aku sering merasa risih juga malu, meski hanya
untuk menatap mata terlalu lama. Sebab musababnya, insya Allah akan kuceritakan
di kesempatan mendatang. Pun jua dengan cerita perkawananku dan Jo. Butuh waktu
tersendiri untuk menceritakan kisah tentang Jo. Jadi, mohon bersabar ya.^_^
Saat ini sudah hampir empat
tahun Jo dikebumikan. Meski begitu, aku masih merasa bahwa ia masih hadir di
dunia ini. Jo memang sahabat yang sangat baik. Meski mesti kuakui juga, bahwa
aku pun sebenarnya tetap tak bisa akrab dengannya seperti akrabnya aku dengan sahabat
wanitaku. Tapi seiyanya, di hadapan Jo, aku bisa tersenyum lepas dan
mengemukakan isi kepalaku. Rasanya seperti berbincang dengan kakak sendiri.
Begitulah. ^_^
Jo. Joko Syahridlo. Satu harap terbesarku untuknya adalah, semoga
Allah menyertakannya bersama hamba-hamba-Nya yang shalih di surga-Nya sana.
Amin. Allahumma amin.]
Astaghfirullaahal’azhiim…
“Yaa Rabb… Hamba
mohon ketenangan bagi hati hamba.
Perasaan apa ini
yang muncul secara tiba-tiba? Hamba merasakan kecemasan terhadap sesuatu hal
yang (entahlah) tidak hamba ketahui. Degupan jantung yang mencemaskan ini telah
melelahkan pikiran hamba dari menahan diri untuk tidak berprasangka. Karena
Engkau Yang Maha Tahu, Yaa Rabb… Engkau Maha Tahu segala sesuatunya.
Maka kumohon…
Jika memang ada
hal yang harus hamba ketahui berkenaan dengan degupan jantung ini, maka hamba
mengharapkan kelembutan cara-Mu untuk membuat hamba memahaminya.
Pun sebaliknya..
Jikalah
pengetahuan itu tidak/belumlah berhak untuk hamba ketahui, atau tidak ada hal
apa pun yang terjadi berkenaan dengan degupan jantung ini, maka hamba harapkan
pula ketenangan dan kasih-Mu bagi hamba-Mu yang dhaif ini.
Kumohonkan ini
hanya kepada-Mu, Yaa Rabb…
Karena hanya
Engkau-lah, kepada siapa aku menyembah dan memohon pertolongan.
Irhamnii, Yaa
‘Aziiz.. Yaa Malik.. Yaa Muqtadir.. Yaa Ra’uuf…”
Amin. Allahumma
Amiin.
(11.40 wib)
Alhamdulillah.
Degup jantungku mulai terasa biasa. Entah apa sebenarnya yang ada di balik
keresahan yang datangnya tiba-tiba ini. Aku hanya mengharapkan ridha Allah
untuk kebaikanku selalu. Amin.
(11.42 wib.)
Aku melihat TV
bersama Emak. Di TV ditayangkan beberapa hal yang memiriskan hati. Kecelakaan
maut, berita kemacetan Jakarta yang ditayangkan dengan sudut pandang seperti
mengecam Pemda-nya, terror bom Molotov di salah satu gedung pelaksana survey
yang mendukung capres no. urut 1, juga (lagi-lagi) serangan Zionis Israil ke
Gaza yang—sampai kutulis catatan ini—diberitakan telah menewaskan 91 orang
(dengan mayoritas korbannya adalah warga sipil perempuan dan anak-anak).
Astaghfirullaahal ‘azhiim… innaalillaahi wa inna ilaihi raaji’uun…
Baiklah. Kita
lanjutkan lagi.
Dalam tulisan kali
ini, ada dua topik yang akan kuulas lebih cermat. Topik pertama adalah terkait
pesta demokrasi yang baru saja berlangsung pada Rabu, 9 Juli yang lalu.
Aku merasa gerah.
Gerah hati.
Rasanya gerah
menyaksikan masih ada saja oknum-oknum yang bersikap negatif terhadap hasil Quick Count beberapa lembaga survei
tentang hasil pemilu lalu. Mayoritas lembaga survey memang mengabarkan bahwa
capres Jokowi-JK-lah yang memenangkan pesta demokrasi tahun ini. Sayangnya, ada
oknum masyarakat yang berbuat tindakan-tindakan tak terpuji dengan dalih ketidakpuasan
dan kecurigaan terhadap hasil pemilu lalu, atau pun juga dalih kesenangan diri
untuk membuat suasana pemilu menjadi kisruh karena kerusuhan antara dua pihak
capres-cawapres no. urut 1 dan 2.
Belum lama pesta
demokrasi berakhir, beberapa stasiun TV sudah mulai sibuk meliput dan
menayangkan berita-berita yang pada hakikatnya seperti menyerang kubu capres
pilihan lawannya. Ya ada isu terror bom-lah. Ya ada isu kotak suara yang tidak
disegel dan digembok ketika sampai di kantor pusat lah. Dan banyak lagi
tayangan-tayangan sejenis yang intinya sama. Nampak ingin menunjukkan adanya kecurangan
yang (diduga) dilakukan oleh kubu lawan.
Astaghfirullaahal
‘azhiim…
“Ya Allah…
berikanlah pembalasan terbaik untuk siapa pun yang telah melakukan kecurangan.
Entah mereka melakukan kecurangan terhadap pihak lawannya. Atau pun
mereka-mereka yang melakukan kecurangan terhadap pihak mereka sendiri hanya
demi dikasihani. Hamba mohon Engkau memberikan pembalasan-Mu yang terbaik dan
seadil-adilnya, Yaa Rabb.. demi kemakmuran dan kesejahteraan Islam di Negara
ini. Demi tegaknya hak-Mu di negeri sejuta ummat ini.
Jadikanlah
pemimpin Negara ini, seorang yang mencintai kekasih-Mu, Muhammad saw. yang
mulia. Jadikanlah mereka, para pemimpin kami, seorang yang bisa berkaca pada
kepemimpinan rasul juga kepemimpinan orang-orang yang shalih di masa sebelumnya.
Jadikanlah para pemimpin kami sebagai orang yang memiliki rasa takut untuk
mengingkari bai’at kepemimpinannya. Jadikanlah mereka dan kami semua, sebagai hamba-Mu
yang bisa memaknai ramadhan ini sebagai jalan lapang menuju Nuur-Hidayah-Mu. Jadikanlah kami semuanya,
Yaa Rabb.. kami semuanya…”. Amin. Allaahumma amin.
Cukup tentang
pemilu.
Topik berikutnya
yang (sangat) ingin kutulis saat ini adalah perihal serangan Israil ke Gaza, Palestina.
“Allahummarhamna,
Yaa Rabb! Irhamna..”
“Laa haulaa wa
laa quwwata illaa billaah…”
Aku menangis.
Sungguh menangis. Batinku, ragaku, menangis. Jiwaku, penglihatanku, basah. Apa
lagi ini, Yaa Rabb? Astaghfirullaah…
Cukup!
Aku harus
menguatkan diriku dari menuliskan semua kegetiranku tentang Gaza. Aku akan
menuliskan catatan tentang Gaza ini dalam sudut pandang seorang penyampai
berita. Aku harus. Sungguh harus. Maka bismillah… aku akan mulai menulisnya.
Jadi begini…
Berita tentang
penyerangan ke Gaza sebenarnya sudah kudengar dari Herdi pada Rabu lalu (9/7).
Saat itu aku dan keluarga sedang melihat tayangan Quick Count di televisi. Kemudian tiba-tiba saja Herdi menyampaikan
berita duka itu. Herdi juga menunjukkan beberapa foto di layar handphone-nya. Di sana ditampakkan
beberapa jenazah anak kecil, para wanita yang sedang menangis, juga
gambar-gambar sarat kepiluan lainnya.
Hatiku langsung
bergemuruh karena amarah dan kesedihan yang kutujukan untuk saudara-saudara
muslimku di Palestina sana. Bersamaan dengan riuhnya berita hasil Quick Count di TV, pikiranku terbelah.
Dan pusing yang sudah kurasakan semenjak Selasa malam pun memburuk pada Rabu
sore itu.
Menjelang isya,
kondisiku bahkan lebih memburuk lagi. Sendi-sendiku ngilu. Kepalaku terasa
berat. Badan demam. Kondisiku baru membaik pada dua hari setelahnya, yakni pagi
ini, hari Jum’at. Sayangnya, tayangan-tayangan di TV malah membuatku jadi gerah
hati.
Astaghfirullaah…
Jadi, hari ini
aku menyaksikan berita tentang Gaza sampai jarum jam menunjuk di angka 12.25
wib. Dari tayangan-tayangan itu, kuserap cukup banyak informasi. Berikut adalah
ulasannya.
---
Hari ini adalah hari keempat penyerangan
Israil terhadap Gaza. Sejauh ini, telah ada 91 orang warga sipil yang
meninggal. Mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak. 22 orang anak-anak,
lebih tepatnya. (astaghfirullaah… irhamna, Yaa Rabb)
Dunia jelas saja
gempar dengan serangan Israil ini. Kemarin (10/7) bahkan diadakan rapat dadakan
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk membahas hal ini. Dalam rapat itu, duta
besar Palestina menyebutkan nama 22 anak yang menjadi korban. Dengan terisak,
ia menyebutkan nama anak-anak itu beserta umurnya. Aku menangis, saat menyimak
ucapan terbata-bata duta Palestina itu. Walau ia mengucapkannya dalam bahasa Arab,
aku masih cukup mengerti ketika berkali-kali ia menyebutkan kata-kata: arba’a ‘ammah, ….., ‘asyrah ‘ammah… sab’ah
‘ammah... Kata ‘ammah itu kuterka
bermakna usia. Tujuh tahun, sepuluh
tahun, empat tahun. (Astaghfirullaah… Irhamna, Yaa Rabb..)
Tak
hanya PBB, pemerintah Indonesia pun turut bergerak menanggapi aksi immoral
Israil ini. Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) melalui jubir-nya, Martin
Natalegawa, menyampaikan kecamannya terhadap aksi brutal Israil itu. Dalam
penjelasannya, Martin juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia telah
mengajak Negara-negara non blok untuk
segera membantu pengadaan obat dan bahan makanan bagi rakyat Gaza.
Menanggapi hal
ini, aku bersyukur, sekaligus juga sedikit kecewa. Aku bersyukur untuk
ketanggapan pemerintah terhadap tragedi SARA ini. Sekaligus juga merasa kecewa,
mengharapkan usaha yang lebih baik daripada hanya sekedar pemberian obat dan
pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan. Dalam hati aku mencibir.
“Tak terbetik-kah
di benak para setiap pemimpin Negara untuk benar-benar membantu mengakhiri
peperangan di Gaza? Tak bisakah mereka, yang telah diberi kuasa oleh jutaan
rakyatnya, mengembargo Israil yang tak segan-segannya menyerang kota kecil
Palestina itu dengan serangan darat, laut, dan udara? Di manakah para petinggi
PBB, organisasi yang menamakan dirinya sebagai ‘polisi’-nya dunia? Di manakah
keadilan itu? Haruskah penantian rakyat Palestina akan kedamaian, tak memiliki
akhir sampai kalimat-Nya datang dan menyatakan ‘akhir’ bagi semesta? Haruskah
darah-darah para syuhada Palestina tercecer sia-sia, tanpa ada gerak nyata dari
siapa pun untuk berani membelenggu aksi brutal tentara Israil? Di manakah
keadilan itu, Yaa Rabb? Di manakah penghakiman-Mu? Astaghfirullaahal ‘azhiim..”
Sudah. Sudah cukup, cibiranku itu. Kita
lanjutkan lagi.
Jadi, PBB, pemerintah Indonesia beserta negara-negara
non blok, serta mungkin beberapa negara lainnya sudah mulai bergerak.
Alhamdulillah. Aku kembali bersyukur dengan gerakan kemanusiaan ini.
Selanjutnya, TV juga menayangkan MER-C. MER-C
adalah organisasi nasional kemanusiaan yang digerakkan oleh para relawan asal
Indonesia. Disebutkan di TV, bahwa MER-C memiliki dua program utama. Pertama
adalah pembangunan rumah sakit untuk korban perang. Dan kedua adalah
penggalangan dana serta obat-obatan dari berbagai pihak untuk memenuhi
kebutuhan korban perang.
Allahu akbar!
Aku bertakbir. Memuji tindakan mulia MER-C
dengan dua programnya itu. Kuakui bahwa dua program itu adalah bentuk nyata
dari bantuan yang memang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat Gaza saat ini.
Meski tetap kuberharap, semoga pihak-pihak yang memiliki kekuasaan yang jauh
lebih besar dibanding MER-C ini akan bisa menghentikan peperangan di Gaza,
Palestina, juga peperangan di mana pun adanya. Amin.
Sejauh ini, pemerintah Mesir telah membantu
untuk membuka jalur Rafah, akses bagi penyaluran obat dan makanan menuju Gaza.
Meski begitu, ada sejumlah pihak yang menyayangkan kebijakan pemerintah Mesir
yang membatasi akses jalur Rafah ini. Karena sejauh ini jalur Rafah hanya bisa
dilewati untuk para korban dari Gaza yang terluka, sementara untuk warga yang
ingin mengungsi tidak boleh melewatinya.
Pemerintah Mesir berkilah, bahwa di Rafah pun
sebenarnya sudah ada sejumlah pendukung Hamas, pihak yang disebut-sebut sebagai
penguasa Gaza. Hamas inilah yang menjadi musuh bagi Israil. Mesir tidak ingin
para pendukung Hamas di Gaza bisa bebas masuk ke Mesir melalui Rafah. Karena
ini bisa menyebabkan serangan brutal Israil meluas ke wilayah Mesir juga.
Seperti itulah.
Hhh… Letih rasanya benak dan pikiranku untuk
menuliskan catatan ini. Sedih juga ketika kusadari bahwa aku pun, dengan segala
cibiranku ternyata tak bisa membantu Palestina lebih baik dari mereka-mereka
yang kucibirkan. Hanya do’a dan harapan yang kulirihkan kepada Yang Maha Rahman
untuk kemakmuran Palestina, juga untuk negeri-negeri Islam lainnya. (amin).
Memangnya, apa lagi yang bisa kulakukan?
…
…
Sebagai ending
dari tulisan ini, berikut adalah lirik dari lagu “Gaza tonight”.
Blinding
flash of white light, lit up the sky over Gaza tonight
People
running for cover, not knowing whether they’re dead or alive
They
came with their tanks and their planes, with ravaging fire flames
And
nothing remains, just a voice rising up in the smoky hazes
Reff: We will not go down, in the night without a
fight
You can burn up our mosque, and our homes, and our school
But our spirit will never die
We will not go down, in Gaza tonight
Womens
and children alike murdered and massacred night after night
While
the so called leaders of countries far, debated on whose wrong or right
But
their powerless words were in vain, and the bombs fell down like acid rain
But
through the tears and the bloods and the pains,
you
can still hear that voice through the smoky hazes
Reff: We will not go down, in the night without a
fight
You
can burn up our mosque, and our homes, and our school
But
our spirit will never die
We
will not go down, in Gaza tonight.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar