Sabtu, 11 Februari 2017

Pengalaman Pertamaku ke Pasar Malam..😊

Bareng Aa, aku melancong ke Pasar malam di daerah Tanjakan. Persisnya ba'da maghrib, kami berdua berboncengan ke sana dg si Choky, Scoopy-nya Aa. Kulihat langit penuh di tutupi awan sehingga membuatku agak was was akan turun nya hujan. Maka dg berbekal bismillah, kami pun pergi sambil tak henti-hentinya kubisikkan pengharapan agar hujan bisa tertahan sampai kami kembali pulang. (Aamiin...😊)

Aa berangkat dg baju santainya, sementara aku mesti 'berdandan' dulu setelah dikomentari Aa perihal pilihan bergo-ku yg tak matching dg baju yg kukenakan. Alhasil aku pun pergi setelah berjibaku selama sekitar 15menit dg hasil: long dress ungu yg dipadupadankan dg pasmina pink motif bunga. Pilihanku untuk tak membawa dompet pun ditentang Aa, sehingga aku pun membawa serta dompet bergambar aktris Angelina Joli. Dompet yg menurutku terlalu feminim untukku. Aku kan agak2 boyish. Hee.. 😁 tapi demi Aa, aku rela deh tampil chic and cantik. 😉 Terakhir, kututupi deh penampilanku yg kurasa lebih seperti hendak kondangan itu dengan jaket biru gombrongnya Aa. Nyengir deh hatiku. 😁 Yaaahh.. Lumayan lah, jadi gak terlalu formil penampilanku. 😊

Sampai di Pasar malam, mataku di silaukan oleh banyaknya tawaran jajanan, pakaian, panganan, aksesori penampilan, dll. Ramai nian euy! 😵 bibirku pun jadi terkunci karena mataku terlalu sibuk melihat ke sana dan ke sini. Berkali-kali Aa menawariku untuk membeli apa yg kumau. Tapi seperti khas-nya aku, aku selalu belanja ke pasar sesuai dengan apa yg kuniatkan sebelum berangkat. Jadi tujuanku pun tetap sama dan memilih untuk fokus mencari sepatu tuk hadiah ultah Aa juga gunting kuku. 😊

Aku sempat ngiler sih melihat tukang sate yg lagi ngipas2in ayam tusuknya. Tapi aku suka was was kalo beli jajanan di pinggir jalan. Khawatir sama kehigienisannya gitu deh. Apalagi aku juga mempertimbangkan kesehatan si Dede di rahim ku. So, "bye-bye sate..😐".

Barang yg pertama kali kubeli di Pasar malam itu adalah gunting kuku berwarna ungu. Harganya 3rb, yg kutahu harga normalnya adalah 2rb. Tak papalah. Mungkin si Abang-nya juga mesti bayar sewa tempat. Anggap aja sedekah. 😊

Setelah gunting kuku, aku membeli 2 kg jeruk. Persisnya adalah jeruk peras lokal. Harganya 15rb/kg. Kutawar jd 25rb, abangnya mesem. Kutawar lagi 28rb, abangnya malah diem. Akhirnya aku pun membayar 2 kg jeruk itu dg harga awal yg diminta si Abang. 30rb rupiah. Tak papalah gagal menawar. Toh jeruknya kelihatan suegerr banget. Kuharap sih rasanya juga seger and manis. Aamiin..😊

Barang ketiga sekaligus yg terakhir yg kubeli di Pasar malam itu adalah sepatu. Yap. Sepatu tuk Aa yg genap berusia 28th pd Desember lalu. Tanggalnya tak tahu. Karena Aa pun tak tahu tanggal persis kelahirannya. Tanggal di KTP nya tercatat 12 Februari. Tanggal rekayasa alm.Abah Nde H. Halimi. Karenanya kami baru belanja hadiah ultahnya sekarang ini. 😊

Kembali ke soal belanja sepatu tuk Aa..
Kami berhenti di sebuah lapak sepatu yg dipasangi papan bandrol harga 40rb. Awalnya kukira harga itu untuk semua sepatu di sana. Tapi aku mesti kecewa karena ternyata harga obral itu hanya untuk sepatu yg dihamparkan di lapak meja bawah, dan tidak berlaku untuk sepatu2 yg digantung ataupun dijajarkan rapi di meja panggung. 😕 Padahal sepatu yg pertama kali di tak sir Aa tuh sepatu cokelat yg digantung. Aku juga suka dg model dan warna sepatu itu. Tapi harganya itu lho. Out of budget. (Gak perlu lah kusebutin nominalnya berapa. 😊). Aa sih nampaknya sudah menduga harga sepatu cokelat itu, tapi aku yg sudah amat-sangat-lama tak belanja sepatu jelas kaget banget dg harganya. Muahaall sangat... 😑

Alhasil Aa pun memilih sepatu yg lain. Dan pilihannya akhirnya jatuh pada sepatu abu-abu-biru yg terjajar rapi di meja panggung. Cukup chic juga kok sepatunya. Dan harganya pun msh in budget. Bisa kutawar pula, jadi turun 15rb rupiah. Hee.. 😁😁😁

Setelah menerima bungkusan sepatu dan membayarnya, kami pun segera pulang dikarenakan gerimis yg mulai turun perlahan. Di perjalanan Aa sempat mengomentariku yg kelihatan jelas "cengo"nya saat di Pasar malam. Dan aku berdalih bahwa itu adalah pengalaman pertamaku ke pasar malam. Jadi cukup wajar juga jika aku agak diam (aka. Cengo. Hee.. 😁).

Barulah setelah sampai di rumah aku menyadari alasan sebenarnya kenapa aku bisa agak diam saat di Pasar malam tadi. Sebabnya adalah karena aku merasa pusing dg ketidak beraturan lapak2 jualan.
Tak seperti pasar tradisional yg buka 24 jam, lapak2 dagang di Pasar malam itu campur aduk. Tak jelas mana area pakaian, area aksesoris, area bahan makanan ataupun area buah2an. Sementara di pasar tradisional, lapak2 berjajar rapih dalam sektornya masing2.

Nampaknya, aku tak akan menjadi salah satu penikmat Pasar malam deh. Aku tetap lebih prefer pasar tradisional. Jauh lebih rapih. Teratur. Dan ramah udara (tak semua lapak ada di pinggir jalan). 😊 Hidup pasar tradisional! \😆/ Hidup!

Itulah cerita singkat ku ttg Pasar malam.
Ciao Ma! 😉

(Nb: Tak lama setelah kami sampai di rumah, Herdi pulang dg membawa satai. 😊 alhamdulillah ahh.. Memang rezekinya si Dede kali ya yg td sempet ngiler lihat sate di Pasar malam. Hee.. 😁.
Jeruk yg kami beli pun rasanya suegerr and manis. Jadi nyesel karena gak beli banyak. Tapi Aa katanya mw beli lagi. Buat Emak dan Abah haji di Ke. Dalem. Smg yg dibeli Aa juga manis ya. 😊)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar