Ahad malam, 25 Mei 2014.
Hari ini keluargaku cukup sibuk dengan suatu peristiwa.
Siangnya,
Herdi, Adikku kehilangan dompet. Ia kehilangan dompet miliknya dalam perjalanan
ke rumah sahabatnya di Kondang. Saat itu keluarga kami lengkap berada di rumah. Bapak yang memang
masih dalam masa recovery akibat
sakit Typhus selama hampir dua minggu. Emak yang sedang sibuk dengan
anak-cucu-cicit ras Kambingnya. Juga Aku sendiri yang sibuk dengan segala
kesibukan ala kadarnya (:P). kami semua kaget mendengar akuan Herdie perihal
dompetnya itu. Akhirnya, setelah beberapa menit kami lalui dengan perbincangan
seputar kronologis kejadian, Bapak pun mengajak Herdi untuk segera ke polsek
Mauk untuk mengurus surat pengaduan kehilangan. Sementara aku dan Emak,
harap-harap cemas penuh doa di rumah. Dalam hati kami berharap, semoga ada yang
berbaik hati untuk mengembalikan dompet Herdi ke rumah.
Selesai mengurus
surat pengaduan kehilangan ke polsek, sorenya Herdi pamit pergi untuk kembali
ke kantornya di Cisoka. Sebelum keberangkatannya kami (Bapak, Emak, dan Aku)
menguatkan hatinya untuk berlapang dada untuk peristiwa yang dialaminya itu. Herdi
pun sempat tersenyum dan mengutarakan harapannya perihal dompet miliknya. Semoga
sebelum ia pulang ke rumah pada Jumat mendatang, sudah ada orang yang
mengembalikan dompetnya ke rumah. Kami yang mendengar harapannya itupun
mengaminkannya.
Amin.
Allahumma Amiin.
Setelah Herdi
pergi, kami sekeluarga kembali pada aktivitas kami masing-masing. Bapak dan
Emak mengurus ternak. Sementara aku merapihkan rumah.
Alhamdulillah.
Allah Maha
Pengasih kepada Herdi dan kami.
Doa kami
terkabul. Karena mendekati waktu maghrib, ada dua orang pemuda berusia akhir
belasan yang dating ke rumah dan mengantarkan dompet Herdie. Aku, bapak dan
Emak bersyukur sekali. Kami mengucapkan terima kasih kepada dua pemuda itu yang
kemudian kami kenal dengan nama Njul dan Paim. Sembari dalam hati mengirimkan
doa kebaikan selalu untuk mereka yang telah membantu memulangkan dompet Herdi.
Malamnya, aku
membaca-baca diary lamaku. Dan di sana, kutemukan kembali beberapa puisi yang
pernah kubuat bertahun-tahun yang lalu. Di postingan kali ini, kuputuskan untuk
menuliskan salah satu puisiku itu. Ini dia.
Setelahnya, Kak Paim dan Njul pamit pulang. Dan
keluargaku bersiap-siap menyambut maghrib setelah kami kirimkan berita
ditemukannya dompet itu ke Herdi.
Batas Umurku
Wahai
umur,
Sampai
kapankah batasmu di dunia ini?
Aku
ingin lekas sampai pada batas itu
Namun
aku tidak ingin meninggalkan yang kusayang
Kau
sahabatku
Kita
berada dalam satu takdir-Nya
Kita
tak pernah tahu
Kapan
kita berada di ujung kehidupan
Aku
menyayangimu
Terkadang,
bahkan cukup sering
Kuberharap
tak akan sampai pada batas takdir
Tapi
aku ingin sekali
Berjumpa
dnegan-Nya
Aku
akan menceritakan
Apa-apa
yang kulakukan di dunia
Selama
kau menemaniku
Aku
ingin
Tapi...
Terlebih
dulu aku ingin mengukir senyuman
Di
hati-hati yang kusayang
Dan
kuharap, ukiran itu kan abadi
Walaupun
kita telah melewati batas takdir-Nya
Menuju
kehidupan baru yang kekal abadi
(Puisi ini ditulis pada,
Rabu, 30 Agustus 2006
Di Rumah Putih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar