Sabtu, 24 Mei 2014

Cerpen, "Bincang Sunyi bersama Cinta"

Cinta.
Aku larut dalam samudramu.
Tenggelam hingga ke dasarnya,
Tanpa keyakinan untuk bisa kembali ke tempatku semula.
Bagaimana bisa?

Berawal dari percikan, aku gamang dalam harapan lama
Merinduinya,
Mendambanya,
Pun mencintai waktu saat bersama dengannya.
Harapanku sederhana saja,
Bisa melihat senyum cemerlang di bawah dua gemintang cokelat miliknya.
Sederhana sekali, bukan?

Dan waktu terus berlalu
Menyeret langkahku untuk terus mengikuti ke mana tawa dan senyumnya pergi
Apa dayaku?
Senyumnya begitu memikat hati ini
Kesediaanku untuk melakukan apa pun demi melihat senyumnya begitu merajaiku
Pun ketika harus kulukai diri ini demi kebahagiaannya,
Aku memenuhinya.
Kubiarkan senyumnya dimiliki bidadari lain,
Sementara aku bertahan dalam topeng ketegaran.
Itu kulakukan, cinta.
Demi dia.
Demi dia.

Cinta.
Aku terluka.
Bilangan tahun tlah menyeretku jauh.
Membuatku kehilangan arah menuju mimpi-mimpiku lainnya
Sementara aku bersembunyi di balik bayang senyumnya,
Ia kian cemerlang dalam rangkulan bidadari jelitanya.
Sakit.
Rasanya terlampau sakit, cinta.

Dan tibalah waktu henti itu.
Kuputuskan untuk berhenti melihatnya
Berpaling dari cemerlangnya binar senyum miliknya
Membutakan diri dari segala hal tentangnya
Kutulikan pendengaranku dari suara dan nama miliknya
Kututup hatiku rapat-rapat dari berkemungkinan menyadari keberadaanmu, cinta.
Maaf..
Aku hanya terlampau lemah untuk bertahan dalam rasa pedih ini.
Maafkan aku, cinta..

Cinta.
Aku pun berada dalam zona kebimbangan,
Usai lama tak kusinggung jalur langkahku dengan langkah miliknya.
Duniaku kebas saat itu.
Bagiku setiap waktu adalah malam
Sayangnya malamnya duniaku tak memiliki rembulan,
Ataupun sepercik saja bintang sebagai penerang.
Aku gagap dalam gulita ini, cinta.
Tolong aku.
---
Selintas kabar tentangnya datang padaku
Dia hendak pergi menuju keabadian surga milik-Nya
Bersama sang bidadari...
---
---
Cinta.
Aku kembali.
Kutemukan jalur awalku menuju mimpi-mimpi yang sempat terabaikan
Dan kami bertemu lagi, cinta.
Ia menjadi satu dari sedikit malaikat yang membantuku menemukan jalurku
Aku berterima kasih kepadanya juga kepada malaikat-malaikat lainnya.
Terima kasih..

Dan kali ini, hatiku bisa bersanding dengan sang ikhlas.
Kabar tentang perpisahannya dengan sang bidadari tak membuatku lantas
Berbahagia di atas derita yang tengah dihadapinya.
Aku tak lagi memandangnya sebagai harapan yang bisa kumiliki
Karena bagiku kini,
Ia adalah malaikat yang terlampau cemerlang meski hanya untuk memenuhi mimpiku saja.
Satu harapku tentangnya adalah,
Ia bisa menemukan bidadari lainnya yang secemerlang dirinya.
Amiin..


Hm..
Cinta.
Kurasa takdir mengajakku bermain.
Kami bertemu kembali.
Dalam perjumpaan yang tak pernah terpikirkan.
Kembali berjalan bersama waktu,
Kami bertiga melaluinya bersama.
Aku, dia, dan waktu.

Cinta.
Kurasa dinding di hatiku mulai retak
Kurasa pula aku bisa melihat wujudmu lagi.
“bagaimana bisa?” kau mungkin bertanya.
Waktu dan dia, cinta..
Waktu dan kebersamaan dengannya lah yang kurasa
Bisa mempertemukan lagi kita berdua.
Apa dayaku?

Cinta.
Benar dugaanku.
Waktu dan dia memang kembali mempertemukan kita.
Kau dan aku, cinta.
Kusadari hingga kini, bahwa dayaku semata tak bisa melepaskanku dari jeratmu
Aku terlampau padamu, terhadapnya.
Aku terlampau mencintainya, cinta.
Jadi, kubiarkan waja waktu mengajakku ke mana.
Bersamamu di sisiku, kulangkahkan dayaku menuju mimpi-mimpiku
Meski masih, tak bisa kulepaskan benakku dari memikirkan kilau senyumnya.
Bukankah ini karenamu, cinta?
Tenang saja! Aku tak marah.

Cinta!
Benarkah itu?
Benarkah ucapannya itu?
Bahwa dia memiliki kamu terhadapku?
Bahwa dia (juga) mencintaiku?
Katakan, cinta!
Katakan, bahwa ini bukanlah mimpi!
Bahagia ini terlampau pekat dan membuatku menyangkanya sebagai mimpi!
Aku bahagia, cinta!
Bahagia sekali!

Cinta!
Dia mengajakku pergi menuju keabadian surga-Nya.
Sayangnya, aku masih terikat pada rantai hidup yang kunamakan
Sebagai tanggung jawab.
Hidupku tak hanya milikku saja, Cinta.
Ada mereka-mereka yang berhak melihat kesuksesanku terlebih dahulu
Maka, dengan ringan hati, kujawab ajakannya dengan pernyataan,
“maaf. Mungkin kita masih bisa bertemu dua tahun mendatang”
Itu pernyataanku, cinta.
Sekaligus juga adalah harapanku.


Dan, Cinta!
Apa jawabnya lagi?
Ia bertitah seperti ini,
“jalani hidupmu dengan baik. Dan ijinkan aku menganggap pernyataanmu sebagai penolakan”
Aku menerima titahnya.
Sekaligus juga bertanya-tanya dalam hati.
Kutanyakan pula tanya hatiku kepadamu, Cinta.
‘Oleh sebab apa ia memaknai ucapanku sebagai sebuah penolakan,
Tidak sebagai penantian dan harapan?’
Cinta.
Aku kembali gamang.

Kini,
Benakku kembali sangsi,
Akan kebenaran bilamana ia benar memiliki kamu terhadapku.
Bilamana ia jua memiliki harap untuk perjumpaan kami dua tahun mendatang
Bilamana ia benar-benar memaksudkan pernyataannya itu sebagai sebuah ajakan.
Mungkinkah aku salah menafsirkan?
Mungkinkah aku dikamuflase oleh harapan yang berlebihan?
Mungkinkah semua rona merah, salah tingkah,
Ataupun jua kata-kata yang diucapkannya kepadaku itu hanyalah canda biasa?
Bagaimanalah, cinta?
Aku gamang.

Dan akhirnya kini,
Kuputuskan untuk menganggap bahagia sesaat itu sebagai mimpi.
Akan kukenakan lagi topeng ketegaranku.
Akan kusembunyikan lagi harapanku tentangnya.
Tapi tidak untuk menyembunyikanmu lagi, cinta.
Kuputuskan untuk menerimamu sebagai rekanku,
Selama kuarungi waktu ke depannya nanti.
Akan kuterima keberadaanmu dengan ikhlas.
Tak akan kuusahakan lagi untuk melupakanmu.
Karena nyata sekali pelajaran yang telah kudapat dari masa lalu,
Bahwa semakin kuusahakan diri untuk menjauhimu,
Semakin mendekat dan melekat pula kamu di benakku.
Kian tak damailah hati ini nantinya.
Jadi, kita berkawan saja ya, cinta!

Tentang dia...
Biarkan langit yang menunjukkan,
Apakah garis hidup kami memang akan bertemu di dua tahun mendatang,
Atau tidak.
Dan selagi itu,
Aku akan berusaha mengakrabkan diriku dengan sang ikhlas.
Bismillah, cinta.
Kita mohon ridha-Nya untuk kita berdua...
^.^

(Tulisan ini Ditulis dan diselesaikan pada,
Senin sore, 2 September 2013
Di Rumah Putih.
Amaliyah)

2 komentar:

  1. cie...cie...
    baru kali ini meli posting ttg cinta, heee

    BalasHapus
  2. hahaha.. iya kah?
    rasa2nya sedari awal mel udah posting ttg cinta teh.
    meski objek-nya beda.
    buktinya: lihat aja postingan berjudul "ttg emak", atau "tentang die", atau "tentang bapak".. atau tentang-tentang lainnya.
    itu kan postingan ttgcinta juga teh... ^_^


    *) cinta kepada keluarga.

    BalasHapus