Pukul 00.22 wib mobil yg membawa A Epen, Mak Ati, Aa dan aku sampai di pelataran parkir RSU Tangerang. Sementara Emak dan Bapak menyusul di belakang kami dg motor.
Setelah staf RS mendengar kondisi pecah ketubanku, segera saja sudah ada kursi roda yg kemudian digunakan untuk membawaku masuk ke dalam. Sementara Aa mengurus administrasi, aku dipindahkan ke atas troli baring dan dibawa masuk ke suatu ruang. Dalam ruangan itu ada dokter, perawat dan beberapa bumil lain.
Aku masih mencoba menenangkan pikiranku. Mencoba meyakinkan diriku bahwa Dede dan aku akan sehat dan selamat melewati malam ini. Tapi tak bisa kupungkiri bahwa kecemasan mulai mengangguku. Alhasil nenit-menit berikutnya pun kulalui dg kecemasan. Tensiku bahkan sempat meninggi jadi 160/120. Untuk menurunkannya aku diminta tuk menelan sebuah pil. Dan alhamdulillah... Itu berhasil. Tensiku kembali normal. 😊
Selain tensi, sampel darahku juga diambil. Cek organ genital, pemeriksaan dan perekaman detak jantung bayi, proses pipis melalui kateter, juga pemberian induksi untuk merangsang proses pembukaan. Saat itu aku baru pembukaan 1.
Menit demi menit terus berlalu. Aku masih sendiri di dalam ruang pemeriksaan. Agaknya ada peraturan yg melarang pasien ditemani keluarga dalam ruangan itu. Padahal saat itu aku sangat menginginkan kehadiran Aa. Karena aku mulai merasakan mulas2 yg tak enak. Tak enaknya adalah karena aku dilarang mengejan sebelum Dokter menitahkanku. Semulas apapun yg harus kutanggung. Alhasil akupun banyak mengeluarkan keringat dingin. Hhh...😰😰😰
Sekitar jam setengah 3 aku dipindahkan ke ruang Aster bawah. Kali ini Aa diijinkan untuk menemaniku. Aa bahkan dititahkan dokter untuk mencekokiku makanan dan minuman. Karena aku akan membutuhkan energi yg besar untuk proses persalinan nanti. Aku agak sebal dg titah dokter yg satu itu. Bagaimanalah aku bisa enak makan, jika setiap beberapa menit sekali aku mesti menahan diri untuk tidak mengejan. Padahal mulas2nya kian menghebat di setiap waktunya. Aa bahkan sempat kusewoti lantaran berkali-kali menanyakan apakah aku merasa mulas. Padahal aku sudah jelas ber-huh-hah-huh-hah. Yg artinya aku memang sedang mulas.ðŸ˜
Berkali-kali pula kurutuki jam yg tergantung di dinding di hadapanku. Sebabnya adalah jarumnya yg kurasa terlampau lambat berputar. Setiap kali aku melirik ke arahnya, selalu saja jarumnya menunjuk angka 3. Jam 3 pagi. Di mana pula dokter dan perawat? Mengapa aku merasa terabaikan?
Halahh.. Sindrom persalinan..😑
Lalu, masih sekitar jam 3, seorang perawat yg mungkin lelah karena sering dipanggil Aa untuk mengecekku akhirnya berkata,
"Ibu.. Saya kasih tahu ya. Paling cepet itu butuh 1 jam untuk setiap pembukaan. Jadi ibu mesti sabar ya.. Ibu mau lahiran normal kan? Dinikmati aja ya, bu.."
Duh.
Satu jam-satu pembukaan. Dan saat itu aku mungkin baru pembukaan 4. Jadi masih ada sekitar 6 jam yg mesti kulalui lagi. Yaa Rabb... Pantaslah posisi ibu diagungkan dalam Islam. Karena perjuangannya pun "Wah".
Setelah mendengar informasi itu, aku pun jadi lebih memfokuskan diriku untuk menenangkan pikiran. Aa pun sering mengingatkanku tuk beristighfar. Beruntungnya aku bisa didampingi Aa saat itu. Karena aku tak yakin bisa jika harus melewati saat2 itu seorang diri.
Love him, so....much. 😘
Dan akhirnya, sekitar jam 4 aku dipindahkan ke ruang persalinan. Menurut pemeriksaan aku sudah pembukaan 8. Alhamdulillah..
Sayangnya, di ruang persalinan aku harus berjuang sendiri tanpa sampingan siapapun yg kukenal. Bahkan Aa sekalipun. Rasa mulas yg kian sering dan menghebat, tak berpengalaman nya aku dalam proses mengejan yg benar, membuatku kesulitan melahirkan Dede. Hingga azan subuh berkumandang, Dede tak jua lahir. Sementara aku sudah mulai lemas. Besar kemungkinan karena lapar.
Barulah di waktu dhuha Dede lahir ke dunia. Aku menangis saat mendengar tangisan pertama putraku itu. Ia tak menangis lama. Karena tak lama setelah ia lahir, dokter meletakkan putraku itu ke atas dadaku. Dan Dede langsung sibuk mencari putingku. Terngianglah di benakku satu ayat yg sering diulang2 dlm suratnya.
"Fa biayyi aalaaai robbikuma tukadzdziban.."
"Maka nikmat Tuhan-mu yg manakah yg kamu dustakan."
Di detik itu pula semesta ku berubah. Matahariku kini tak lagi hanya Aa. Karena Dede lahir membawa mataharinya sendiri ke duniaku. Meyakinkanku bahwa Allah begitu sayang padaku dg menitipkan nya dalam rengkuhan tanganku. Menyadarkanku bahwa aku kini telah menjadi seorang ibu.
Berjuta harap pun kugemakan kepada-Nya, Sang Penguasa Langit.
"Allah, Yaa Rabb..
Syukurku merayap ke haribaan-Mu..
Terima kasih.. Untuk menitipkan ia dalam penjagaan kami. Dan kumohon, bimbing kami untuk bisa menjalankan amanah ini dg baik.
Menjadi seorang ayah. Menjadi seorang ibu. Yg baik. Dan bisa membaikkan ia hingga menjadi hamba-Mu yg saleh.
Maka kutitipkan pula ia dalam penjagaan terbaik-Mu, Yaa Rabb..
Dau keburukan dunia..
Keburukan akhirat..
Dan keburukan makhluk-makhluk-Mu."
Aamiin..
Allahumma aamiin..
😊😊😊
Setelah staf RS mendengar kondisi pecah ketubanku, segera saja sudah ada kursi roda yg kemudian digunakan untuk membawaku masuk ke dalam. Sementara Aa mengurus administrasi, aku dipindahkan ke atas troli baring dan dibawa masuk ke suatu ruang. Dalam ruangan itu ada dokter, perawat dan beberapa bumil lain.
Aku masih mencoba menenangkan pikiranku. Mencoba meyakinkan diriku bahwa Dede dan aku akan sehat dan selamat melewati malam ini. Tapi tak bisa kupungkiri bahwa kecemasan mulai mengangguku. Alhasil nenit-menit berikutnya pun kulalui dg kecemasan. Tensiku bahkan sempat meninggi jadi 160/120. Untuk menurunkannya aku diminta tuk menelan sebuah pil. Dan alhamdulillah... Itu berhasil. Tensiku kembali normal. 😊
Selain tensi, sampel darahku juga diambil. Cek organ genital, pemeriksaan dan perekaman detak jantung bayi, proses pipis melalui kateter, juga pemberian induksi untuk merangsang proses pembukaan. Saat itu aku baru pembukaan 1.
Menit demi menit terus berlalu. Aku masih sendiri di dalam ruang pemeriksaan. Agaknya ada peraturan yg melarang pasien ditemani keluarga dalam ruangan itu. Padahal saat itu aku sangat menginginkan kehadiran Aa. Karena aku mulai merasakan mulas2 yg tak enak. Tak enaknya adalah karena aku dilarang mengejan sebelum Dokter menitahkanku. Semulas apapun yg harus kutanggung. Alhasil akupun banyak mengeluarkan keringat dingin. Hhh...😰😰😰
Sekitar jam setengah 3 aku dipindahkan ke ruang Aster bawah. Kali ini Aa diijinkan untuk menemaniku. Aa bahkan dititahkan dokter untuk mencekokiku makanan dan minuman. Karena aku akan membutuhkan energi yg besar untuk proses persalinan nanti. Aku agak sebal dg titah dokter yg satu itu. Bagaimanalah aku bisa enak makan, jika setiap beberapa menit sekali aku mesti menahan diri untuk tidak mengejan. Padahal mulas2nya kian menghebat di setiap waktunya. Aa bahkan sempat kusewoti lantaran berkali-kali menanyakan apakah aku merasa mulas. Padahal aku sudah jelas ber-huh-hah-huh-hah. Yg artinya aku memang sedang mulas.ðŸ˜
Berkali-kali pula kurutuki jam yg tergantung di dinding di hadapanku. Sebabnya adalah jarumnya yg kurasa terlampau lambat berputar. Setiap kali aku melirik ke arahnya, selalu saja jarumnya menunjuk angka 3. Jam 3 pagi. Di mana pula dokter dan perawat? Mengapa aku merasa terabaikan?
Halahh.. Sindrom persalinan..😑
Lalu, masih sekitar jam 3, seorang perawat yg mungkin lelah karena sering dipanggil Aa untuk mengecekku akhirnya berkata,
"Ibu.. Saya kasih tahu ya. Paling cepet itu butuh 1 jam untuk setiap pembukaan. Jadi ibu mesti sabar ya.. Ibu mau lahiran normal kan? Dinikmati aja ya, bu.."
Duh.
Satu jam-satu pembukaan. Dan saat itu aku mungkin baru pembukaan 4. Jadi masih ada sekitar 6 jam yg mesti kulalui lagi. Yaa Rabb... Pantaslah posisi ibu diagungkan dalam Islam. Karena perjuangannya pun "Wah".
Setelah mendengar informasi itu, aku pun jadi lebih memfokuskan diriku untuk menenangkan pikiran. Aa pun sering mengingatkanku tuk beristighfar. Beruntungnya aku bisa didampingi Aa saat itu. Karena aku tak yakin bisa jika harus melewati saat2 itu seorang diri.
Love him, so....much. 😘
Dan akhirnya, sekitar jam 4 aku dipindahkan ke ruang persalinan. Menurut pemeriksaan aku sudah pembukaan 8. Alhamdulillah..
Sayangnya, di ruang persalinan aku harus berjuang sendiri tanpa sampingan siapapun yg kukenal. Bahkan Aa sekalipun. Rasa mulas yg kian sering dan menghebat, tak berpengalaman nya aku dalam proses mengejan yg benar, membuatku kesulitan melahirkan Dede. Hingga azan subuh berkumandang, Dede tak jua lahir. Sementara aku sudah mulai lemas. Besar kemungkinan karena lapar.
Barulah di waktu dhuha Dede lahir ke dunia. Aku menangis saat mendengar tangisan pertama putraku itu. Ia tak menangis lama. Karena tak lama setelah ia lahir, dokter meletakkan putraku itu ke atas dadaku. Dan Dede langsung sibuk mencari putingku. Terngianglah di benakku satu ayat yg sering diulang2 dlm suratnya.
"Fa biayyi aalaaai robbikuma tukadzdziban.."
"Maka nikmat Tuhan-mu yg manakah yg kamu dustakan."
Di detik itu pula semesta ku berubah. Matahariku kini tak lagi hanya Aa. Karena Dede lahir membawa mataharinya sendiri ke duniaku. Meyakinkanku bahwa Allah begitu sayang padaku dg menitipkan nya dalam rengkuhan tanganku. Menyadarkanku bahwa aku kini telah menjadi seorang ibu.
Berjuta harap pun kugemakan kepada-Nya, Sang Penguasa Langit.
"Allah, Yaa Rabb..
Syukurku merayap ke haribaan-Mu..
Terima kasih.. Untuk menitipkan ia dalam penjagaan kami. Dan kumohon, bimbing kami untuk bisa menjalankan amanah ini dg baik.
Menjadi seorang ayah. Menjadi seorang ibu. Yg baik. Dan bisa membaikkan ia hingga menjadi hamba-Mu yg saleh.
Maka kutitipkan pula ia dalam penjagaan terbaik-Mu, Yaa Rabb..
Dau keburukan dunia..
Keburukan akhirat..
Dan keburukan makhluk-makhluk-Mu."
Aamiin..
Allahumma aamiin..
😊😊😊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar